Pertama, pengusutan praktik pungli yang terjadi di rutan KPK terbilang sangat lambat.
"Bagaimana tidak, Dewas KPK diketahui sudah melaporkan kepada Pimpinan KPK sejak Mei tahun 2023 lalu. Namun, hingga saat ini, prosesnya mandek pada tingkat penyelidikan. Sedangkan dugaan pelanggaran kode etik pun seperti itu, lebih dari enam bulan Dewas baru menggelar proses persidangan," tulis ICW.
Kedua, KPK gagal dalam mengawasi sektor-sektor kerja yang terbilang rawan terjadi tindak pidana korupsi.
Menurut ICW, sebagai penegak hukum, "Mestinya KPK memahami bahwa rutan merupakan salah satu tempat yang rawan terjadi korupsi karena di sana para tahanan dapat berinteraksi secara langsung dengan pegawai KPK."
Selain itu, tindakan jual-beli fasilitas yang disinyalir terjadi di rutan KPK saat ini juga bukan modus baru dan kerap terjadi pada rutan maupun lembaga pemasyarakatan lain. Dari sana mestinya sistem pengawasan sudah dibangun untuk memitigasi praktik-praktik korup.
Ketiga, sulit dipungkiri, peristiwa pungli yang dilakukan oleh puluhan pegawai juga disebabkan faktor ketiadaan keteladanan di KPK.
Dari lima orang Pimpinan KPK periode 2019-2024 saja, dua di antaranya sudah terbukti melanggar kode etik berat, bahkan Firli saat ini sedang menjalani proses hukum karena diduga melakukan perbuatan korupsi.
Keempat, selain melakukan reformasi total pengawasan di internal lembaga, KPK juga harus memastikan rekrutmen pegawai mengedepankan nilai integritas.
"Jangan sampai justru orang-orang yang masuk dan bekerja justru memanfaatkan kewenangan untuk meraup keuntungan secara melawan hukum seperti yang saat ini tampak jelas dalam peristiwa pungli di rutan KPK," demikian pernyataan ICW.
Baca Juga: KPK Tetapkan 4 Tersangka Dugaan Suap, Termasuk Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.