JAKARTA, KOMPAS.TV - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur mempertimbangkan sejumlah hal dalam menjatuhkan vonis bebas terhadap dua aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Salah satunya frasa "Lord Luhut" yang sempat dipermasalahkan oleh Luhut kepada Haris dan Fatia.
Majelis hakim menilai frasa "lord Luhut" bukan dimaksudkan sebagai penghinaan atau pencemaran nama baik.
Hakim juga menyebut kata "lord" yang disematkan ke Luhut sudah sering menjadi perbincangan masyarakat, termasuk di media sosial.
"Apabila orang menyebut nama Luhut bahkan dalam perbincangan sehari-hari kata 'Lord Luhut' sering diucapkan, namun tidak menimbulkan suatu permasalahan bagi saksi Luhut," kata hakim saat membacakan pertimbangan di ruang sidang PN Jakarta Timur, Senin (8/1/2024).
Hakim menjelaskan kata "Lord" berasal dari bahasa Inggris yang memiliki arti "Yang Mulia".
Menurut hakim, kata "lord' yang disematkan kepada Luhut bukanlah untuk penghinaan, melainkan menunjukkan posisinya yang mendapat banyak kepercayaan jabatan dari Presiden Jokowi.
"Penyebutan kata 'lord' pada saksi bukan ditujukan pada personal saksi Luhut, tetapi lebih kepada posisi saksi Luhut sebagai salah seorang menteri di kabinet Presiden Jokowi," ujar hakim.
"Menimbang bahwa majelis hakim menilai kata 'lord' pada Luhut Binsar Panjaitan bukan dimaksud dengan penghinaan nama baik, kata 'lord' bukan menggambarkan kata yang buruk, jelek, atau hinaan fisik tetapi merujuk pada status-status berhubungan dengan kedudukannya juga," jelas Hakim.
Baca Juga: Haris Azhar dan Fatia Divonis Bebas, Luhut Hormati Putusan Hakim, Tapi Sayangkan Hal Ini
Selain kata 'lord', keterangan akademisi Rocky Gerung juga menjadi pertimbangan hakim memvonis bebas Haris dan Fatia dikasus tersebut.
"Menimbang, bahwa majelis hakim menukil peribahasa latin yang berbunyi: cogitationis poenam nemo patitur yang artinya: tidak ada seorang pun yang boleh dihukum karena apa yang dipikirkan," ucap hakim.
"Hal mana sejalan dengan pernyataan ahli filsafat Rocky Gerung bahwa kebebasan bersifat absolut dan kebebasan berpendapat tidak dapat dibatasi kecuali apabila kebebasan itu sudah menunjuk hidup orang yang dikritisi," ujar hakim.
Terlebih, kata hakim, Indonesia merupakan salah satu negara demokrasiyang menjunjung tinggi kebebasan berpikir berpendapat dan berekspresi sebagai hak dasar setiap manusia sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945.
Hakim menyebut bahwa menjadi seorang pejabat di dalam pemerintahan harus siap untuk mendapat kritik baik personalitinya maupun kinerjanya.
"Bahkan, seorang presiden Joko Widodo sering mendapat kritikan, cercaan bahkan hinaan baik berkenaan dengan kinerjanya, intelektualitasnya juga fisiknya, namun beliau tetap menjadi seorang yang rendah hati, tidak pernah menghiraukan semua itu," kata hakim.
Diberitakan Kompas.TV sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menjatuhkan vonis bebas terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan.
Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana mengatakan, baik Haris maupun Fatia tidak terbukti secara sah bersalah dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Luhut tersebut.
Majelis hakim juga meminta harkat dan martabat kedua terdakwa dipulihkan seperti semula.
Baca Juga: Jaksa Ajukan Kasasi atas Vonis Bebas Haris Azhar dan Fatia di Kasus Pencemaran Nama Baik Luhut
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.