JAKARTA, KOMPAS.TV - Bidang Hukum Polda Metro Jaya buka suara menanggapi pendapat ahli meringankan dari pihak Firli Bahuri yang menyebut alat bukti yang dimiliki Polda Metro Jaya belum cukup untuk menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif itu sebagai tersangka.
Kepala Bidang Hukum (Bidkum) Polda Metro Jaya Kombes Putu Putera Sadana mengatakan bahwa pengujian materi perkara hanya dapat dilakukan di sidang pokok perkara.
Sementara sidang praperadilan, hanya memeriksa aspek formil. Dengan demikian, kata Putu, masalah bobot atau kualitas alat bukti penetapan tersangka Firli Bahuri tidak dapat dibahas di sidang praperadilan.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Limpahkan Berkas Perkara Kasus Pemerasan Firli Bahuri ke Kejati DKI
"Ingat Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2016, yang menguji apakah (alat bukti) itu berkorelasi satu sama lain, kemudian bobotnya dan sebagainya, itu adanya di sidang pokok perkara," kata Putu di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (15/12/2023).
Adapun sidang praperadilan Firli Bahuri yang digelar pada Jumat ini, Polda Metro Jaya menghadirkan dua saksi fakta.
Mereka yaitu penyidik Subdirektorat (Subdit) V Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya AKP Arief Maulana dan penyidik Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri AKP Denny Siregar.
Arief Maulana dalam persidangan pun membeberkan alur penetapan tersangka Firli Bahuri terkait kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Mulai dari penerimaan aduan masyarakat, penyelidikan, penyidikan, gelar perkara, hingga penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka.
Baca Juga: Pakar Hukum Sebut Status Tersangka Firli Bahuri Berpeluang Besar Batal, Ini Alasannya
Sementara Denny, mengatakan bahwa penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka dilakukan berdasarkan empat alat bukti, yakni keterangan saksi, surat, petunjuk dan keterangan ahli.
Selain itu, dihadirkan pula tiga ahli, yakni Junaedi Saibih dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Fachrizal Afandi dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan Warasman Marbun dari Universitas Krisnadwipayana.
Sebelumnya, pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, menyebut status tersangka terhadap Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri berpeluang besar batal.
Sebab, kata dia, penetapan tersangka Firli dalam kasus tindak pidana korupsi berupa pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo tidak disertai alat bukti yang sah dan benar.
"Sangat besar (peluang untuk lepas dari status tersangka)," kata Suparji kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (15/12/2023).
Baca Juga: Polda Metro Jaya Beberkan Alur Penetapan Tersangka Firli Bahuri, Ditemukan Fakta Pemerasan ke SYL
Suparji menuturkan, meski Polda Metro Jaya menggunakan empat alat bukti, hal tersebut belum cukup untuk menjadi dasar bagi mereka untuk menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka kasus pemerasan secara sah.
Sebab, lanjut Suparji, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014, alat bukti yang dapat digunakan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka bukan hanya memenuhi unsur kuantitatif melainkan juga kualitatif.
Artinya, jika alat bukti yang digunakan adalah berupa surat, menurut Suparji, surat tersebut harus betul-betul relevan dengan sangkaan, seperti dapat membuktikan adanya bukti pengiriman atau penerimaan uang.
"Sementara ini kan yang dipakai itu antara lain berupa foto, lalu resi penukaran valuta asing, itu tidak secara materiil membuktikan telah terjadinya pemerasan, penyuapan, atau gratifikasi," ujar Suparji.
Kemudian, Suparji melanjutkan, jika menggunakan saksi sebagai alat bukti, maka saksi tersebut harus betul-betul melihat, mendengar, dan mengalami sendiri pemerasan, penyuapan, atau gratifikasi yang dilakukan.
Baca Juga: Polisi Ungkap Bukti Penetapan Tersangka Firli, Ada Tagihan Hotel hingga Laporan Audit Pengadaan Sapi
Namun, Suparji menilai sejauh ini alat bukti berupa saksi yang telah diperiksa penyidik Polda Metro Jaya belum memenuhi kualifikasi tersebut.
"Mengingat alat bukti yang dipakai hanya unsur kuantitatif dan tidak memenuhi unsur kualitatif sebagaimana yang disyaratkan dalam putusan MK, maka mestinya penetapan tersangka ini dibatalkan karena tidak didukung dengan alat bukti yang sah dan benar," kata Suparji.
Adapun Suparji menjadi salah satu ahli yang dihadirkan oleh pihak Firli Bahuri dalam sidang praperadilan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.