JAKARTA, KOMPAS.TV - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo dengan pidana selama 14 tahun penjara.
Jaksa KPK Wawan Yunarwanto menyebut Rafael Alun terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum telah menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rafael Alun Trisambodo dengan pidana penjara selama 14 tahun,” kata Wawan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (11/12/2023).
Baca Juga: Ngaku Jadi Pemilik Rubicon dan Harley Davidson, Kakak Rafael Alun: Nggak Ngomong Istri, Jadi Kasus
Selain pidana penjara, mantan Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah (Kanwil) Jakarta Selatan itu juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Kemudian, Rafael Alun juga dijatuhi pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 18.994.860137, atau Rp 18,9 miliar.
Rafael Alun dinilai terbukti melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Ia juga diduga melanggar Pasal 3 Ayat 1 huruf a dan c Undang-Undang nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang juncto pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain itu, Rafael Alun juga terbukti melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Baca Juga: Kala Mario Dandy Ngaku Beli Mobil BMW Rp210 Juta, Uangnya dari Rafael Alun
Seperti diketahui, Rafael Alun terjerat kasus dugaan korupsi setelah anaknya Mario Dandy Satrio melakukan penganiayaan terhadap remaja di bawah umur bernama David Ozora.
Tindakan sadis Mario membuat warganet menelusuri dan menemukan gaya hidup mewah Rafael Alun dan keluarganya. KPK pun kemudian turun tangan melakukan penyelidikan.
Dalam perkara ini, Rafael Alun diduga menerima gratifikasi bersama istrinya, Ernie Meike Torondek yang juga komisaris dan pemegang saham Artha Mega Ekhadana (ARME)
Uang belasan miliar diterima oleh Rafael Alun dan istrinya melalui PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai pejabat di DJP, Rafael Alun disebut bersama istrinya mendirikan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan para wajib pajak.
Baca Juga: KPK Periksa Anggota DPR Gde Sumarjaya Linggih soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes
Keduanya mendirikan PT ARME pada tahun 2022 dengan menempatkan Ernie Mieke sebagai Komisaris Utama.
Perusahaan ini menjalankan usaha-usaha di bidang jasa kecuali jasa dalam dalam bidang hukum dan pajak. Namun, dalam operasionalya, PT ARME memberikan layanan sebagai konsultan pajak dengan merekrut seorang konsultan pajak bernama Ujeng Arsatoko.
Konsultan Pajak direkrut untuk bisa mewakili klien PT ARME dalam pengurusan pajak di Direktorat Jenderal Pajak.
Kemudian, Rafael juga mendirikan PT Cubes Consulting pada tahun 2008 dengan menempatkan adik dari istrinya bernama Gangsar Sulaksono sebagai pemegang saham dan Komisaris.
Rafael juga mendirikan PT Bukit Hijau pada 2012 dengan menempatkan istrinya sebagai komisaris di mana salah satu bidang usahanya menjalankan usaha di bidang pembangunan dan konstruksi.
Baca Juga: Eks Ketua KPK Agus Rahardjo Dilaporkan ke Bareskrim Polri karena Dianggap Serang Kehormatan Jokowi
Dari hasil penerimaan gratifikasi, Rafael diduga melakukan pencucian uang untuk menyamarkan hasil pendapatannya yang tidak sah itu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.