JAKARTA, KOMPAS.TV - Permintaan kepolisian untuk mendandatangani surat pernyataan tidak ada unsur politik dalam pagelaran seni dinilai sudah mencederai kebebasan berekspresi yang diatur dalam konstitusi.
Hal ini menyusul adanya surat pernyataan tidak ada unsur politik yang harus ditandatangani Seniman Butet Kartaredjasa sebagai salah satu administrasi perizin pertunjukan teater bertajuk "Musuh Bebuyutan" produksi ke-41 forum budaya Indonesia Kita di teater besar Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 1 dan 2 Desember 2023.
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menilai, tindakan kepolisian tersebut sama saja telah mencederai HAM dalam kebebasan bereskpresi yang diatur dalam Undang-Undang dan dinilai melanggar ham.
Ketua YLBHI Muhammad Isnur yang menjadi anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menjelaskan, tindakan tersebut bisa masuk dalam kategori intimidasi kepolisian terhadap pertunjukan seni.
Menurutnya sangat wajar jika pertunjukan seni ada muatan pesan di dalamnya walaupun mengandung unsur politik.
Baca Juga: Kompolnas Analisis Dugaan Intimidasi Polisi dalam Pertunjukan Teater Butet Kartaredjasa di TIM
Sesungguhnya hal tersebut merupakan hak setiap warga negara yang harus dihormati oleh siapapun, khususnya kepolisian.
"Tidak ada satu pun alasan yang membenarkan bagi kepolisian untuk melakukan pembatasan terhadap kebebasan tersebut, apalagi dilakukan dengan cara-cara intimidatif," ujar Isnur dalam keterangan tertulis Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis, Selasa (5/12/2023).
"Penting dicatat, setiap anggota kepolisian memiliki kewajiban untuk menghormati dan menjamin hak asasi manusia dalam menjalankan fungsi dan tugas pokoknya," sambung Isnur.
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya Saputra menambahkan, perlu adanya evaluasi di tubuh kepolisian dalam memandang "unsur politik" dalam pertunjukan seni.
Menurutnya, adanya larangan untuk menyuarakan pendapat merupakan pelanggaran hukum yang tidak boleh dibiarkan tanpa evaluasi dan koreksi dari pimpinan.
Baca Juga: Butet: Pertunjukan Panggung Kami Parodi Satire, Baru Ini Ada Surat Minta Tidak Ada Unsur Politik
Sejatinya, kepolisian bertindak profesional dan menghormati HAM dalam mengawal keamanan dan ketertiban masyarakat khususnya dalam kebebasan ekspresi politik warga negara.
Meski bagian dari proses perizinan namun hal tersebut dapat diartikan sebagai bentuk tekanan terhadap pilihan dan ekspresi politik warga negara. Apalagi dilakukan di tengah proses pemilu yang sedang berjalan.
"Koalisi Masyarakat Sipil menilai, di tengah penyelenggaraan Pemilu sangat penting bagi anggota kepolisian untuk bersikap profesional dan netral dalam menyikapi dinamika sosial-politik di masyarakat," ujar Dimas.
Hal senada juga dijelaskan oleh Direktur IMPARSIAL Gufron Mabruri.
Menurutnya, kewajiban anggota kepolisian telah ditegaskan secara jelas dalam UU Nomor 2 tahun 2022 tentang Polri dan Peraturan Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian.
Kemudian, untuk menjamin Pemilu yang demokratis, intervensi alat-alat keamanan dan hukum negara, termasuk yang dilakukan dengan pembatasan kebebasan warga negara harus dihindari, sebab dapat merusak demokrasi pemilu.
Baca Juga: Ganjar Tanggapi Pernyataan Ade Armando soal Politik Dinasti Yogyakarta
Hal ini, sambung Gufron, tidak hanya mengancam kebebasan dalam Pemilu, tapi juga merusak profesionalisme institusi Polri dan tentunya lebih jauh lagi yakni akan merusak kepercayaan publik terhadap institusi Kepolisian itu sendiri.
"Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Kapolri untuk menjamin pelaksanaan tugas oleh setiap anggota kepolisian menghormati dan menjunjung tinggi HAM dan memastikan penyelenggaraan Pemilu berlangsung jujur, adil dan bebas," ujar Gufron.
Adapun anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis yakni PBHI Nasional, Imparsial, WALHI, Perludem, ELSAM, HRWG, Forum for Defacto, SETARA Institute, Migrant Care, IKOHI.
Transparency International Indonesia (TII), Indonesian Corruption Watch (ICW), KontraS, YLBHI, Indonesian Parlementary Center (IPC), Jaringan Gusdurian, Jakatarub, DIAN/Interfidei, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI).
Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Yayasan Inklusif, Fahmina Institute, Sawit Watch, Centra Initiative, Medialink, Perkumpulan HUMA, Koalisi NGO HAM Aceh, Flower Aceh, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lingkar Madani (LIMA).
Baca Juga: Pengakuan Panitia Pentas Teater Butet Kartaredjasa: Tak Ada Intimidasi Polisi
Desantara, FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas), SKPKC Jayapura, AMAN Indonesia, Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN).
Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Tifa, Serikat Inong Aceh, Yayasan Inong Carong, Komisi Kesetaraan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Aceh, Eco Bhinneka Muhammadiyah, FSBPI, Yayasan Cahaya Guru (YCG), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.