JAKARTA, KOMPAS.TV - Seniman Bambang Ekoloyo Butet Kartaredjasa merasa heran dengan sikap dari kepolisian yang memintanya untuk menandatangani surat pernyataan tidak ada unsur politik dalam pementasan seni.
Butet menjelaskan, saat itu dirinya bersama Sastrawan Agus Noor menggelar pertunjukan teater yang digelar di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jumat (1/12/2023).
Pertunjukan teater bertajuk "Musuh Bebuyutan" itu merupakan produksi ke-41 forum budaya Indonesia Kita.
Butet menjelaskan, selama ini dirinya biasa mengeluarkan sindiran politik saat pentas di atas panggung.
Terlebih pertunjukan teater itu dilakukan di Taman Ismail Marzuki, pusat kesenian Jakarta.
Menurut Butet, sejak reformasi 1998 tidak ada lagi tindakan dari aparat negara yang melarang pertunjukan seni dengan unsur politik di dalamnya.
Baca Juga: Kronologi Butet Kertaredjasa Diminta Tanda Tangani Surat oleh Polisi saat Pentas Teater
Hal ini jugalah yang membuat dirinya heran, mengapa kultur di era orde baru muncul kembali di tengah tahapan Pemilu 2024.
"Baru kali ini kami harus menandatangani satu pernyataan bahwa saya harus berkomitmen pertunjukan saya tidak ada unsur politik, tidak boleh sebagai alat kampanye, tidak boleh ada tanda gambar dan seterusnya," ujar Butet di program Kompas Petang KOMPAS TV, Selasa (5/12/2023).
"Memang tidak ada tanda gambar, tidak untuk kampanye, tapi tidak boleh bicara politik itu satu hal yang ganjil. Karena sejak reformasi 98 sudah tidak ada lagi kebiasaan seperti itu. Apalagi pentasnya di tempat seni kaya TIM," sambung Butet.
Butet menambahkan, permintaan untuk tanda tangan surat pernyataan tidak ada unsur politik saat di atas panggung diajukan beberapa minggu sebelum pementasan teater.
Dirinya sempat menanyakan tujuan surat pernyataan tersebut, lantaran pertunjukan digelar di pusat kesenian Jakarta TIM. Biasanya ia hanya mendapat pemberitahuan.
Baca Juga: Ngaku Belum Dengar Puisi Butet Kartaredjasa, Prabowo: Saya Suka Beliau, Lucu Orangnya
Namun atas kepentingan kelengkapan adminstrasi agar pertunjukan tetap digelar, Butut memilih untuk menandatangani surat pernyataan yang berisi komitmen pertunjukan tersebut tidak ada unsur politik.
"Katanya ini aturan yang baru jadi saya tanda tangan. Itu dua minggu sebelumnya, lalu pada hari pementasan memang ada beberapa polisi yang datang menemui panitia lalu saya dilaporin saya dicari polisi. Akhirnya staf saya yang temui," ujar Butet.
Lebih lanjut Butet menilai munculnya surat pernyataan, hingga di hari pementasan ada pihak kepolisian yang datang merupakan keanehan yang tidak lazim dilakukan kepolisian.
Butet mengaku sebelum era reformasi, dirinya harus meminta izin hingga ke instrumen militer jika ingin mengadakan pertunjukan teater.
Namun setelah reformasi proses perizinan dalam pentas seni tidak perlu lagi menandatangani surat pernyataan.
Baca Juga: Soal Intimidasi Polisi di Pentas Teater Butet Kartaredjasa dan Agus Noor, Humas Polri Buka Suara
"Ini betul-betul ganjil. Ini sudah edisi 41 dari Indonesia Kita sejak 2011 dan tidak pernah ada saya harus tanda tangan pernyataan berkomitmen tidak bicara politik. Lah pertunjukan panggung kami itu isinya parodi satire bagaimana kami menarasikan masalah sosial politik di negeri ini," ujar Butet.
Dalam website Indonesia Kita menjelaskan pertunjukan teater serial 41 mengusung tema "Perebutan Tahta Dan Kuasan di Lakon Musuh Bebuyutan.
"Musuh Bebuyutan" mengisahkan hubungan seorang pemuda dan seorang perempuan yang bertetangga dan berteman baik.
Namun sebuah peristiwa menjadikan keduanya berseteru dan berbeda pilihan politik.
Permusuhan keduanya merembet ke mana-mana, membuat situasi kampung menjadi penuh kasak kusuk.
Masyarakat menjadi terbelah sikap, ada yang mendukung si pemuda, dan ada juga yang mendukung si perempuan.
Baca Juga: Polisi Amankan Demo APDESI di Halaman DPR, Masyarakat Diimbau Gunakan Jalur Alternatif
Situasi di perkampungan itu makin memanas ketika Lurah lama akan habis masa jabatannya, dan pemilihan Lurah baru akan dilangsungkan. Akankah lurah lama tidak akan ikut "cawe-cawe" dalam pemilihan itu?
Pertunjukan panggung menampilkan gaya yang terinspirasi pada kesenian lenong.
Pilihan pemanggungan seperti ini untuk menggambarkan suasana perkampungan yang tenang dan akrab, tetapi kemudian menjadi penuh kehebohan.
Gaya pemanggungan lenong juga akan membuat panggung pertunjukan menjadi lebih penuh dengan kejenakaan.
Dengan kejenakaan itulah, segala intrik, konflik, dan suasana permusuhan bisa ditampilkan secara penuh humor, dengan sindiran isu-isu politik yang dikemas dengan menarik.
Peristiwa demi peristiwa yang menandai perseteruan, dikemas dengan gaya humor.
"Celetukan-celetukan spontan antara pemain dan penonton yang terjadi di pementasan lenong inilah yang membuat seni lenong bisa dikatakan sangat demokratis. Inilah yang ingin kita tampilkan di pertunjukan ini. Judulnya memang terkesan tegang ya, Musuh Bebuyutan. Namun inilah inti pertunjukan kali ini. Kami berharap, perbedaan pendapat itu tidak harus dijadikan permusuhan," ujar Agus Noor tentang lakon yang dia garap kali ini.
Baca Juga: Sindiran Keras Mega soal Pemerintah Orde Baru, Pengamat Politik: untuk Jokowi sebagai Penguasa
Butet Kartaredjasa juga menyampaikan harapannya bahwa melalui pertunjukan seni, masyarakat Indonesia bisa lebih tenang dan kalem menghadapi pesta demokrasi yang akan terjadi dalam beberapa bulan lagi.
"Saya berharap pertunjukan Indonesia Kita kali ini, bisa mengingatkan masyarakat bahwa proses demokrasi kita seperti pertunjukan lenong. Publik bisa memberikan pendapat, namun tetap saja para aktor di atas panggung akan mengikuti jalannya skenario," ujar Butet.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.