Saiful melanjutkan bahwa ada konflik kepentingan dalam proses pengambilan keputusan MK tersebut.
Seorang hakim tidak bisa mengambil sikap secara adil apabila ada pihak, karena hubungan keluarga dan kepentingan lain, yang akan mengambil manfaat baik langsung maupun tidak langsung dari hasil pengadilan tersebut.
“Karena itu, 60 persen masyarakat melihat keterlibatan Anwar Usman dalam memutus perkara batas usia Capres/Cawapres tidak adil,” katanya.
Selain itu, kata Saiful, 61 persen responden menilai bahwa keputusan MK tersebut untuk meloloskan Gibran sebagai bakal cawapres. Hanya 24 persen yang menilai itu bukan untuk Gibran menjadi cawapres dan 15 persen tidak jawab.
Saiful menyimpulkan bahwa dari masyarakat yang tahu dan mengikuti proses keputusan MK bahwa mereka yang punya pengalaman kepala daerah yang pernah dipilih oleh rakyat bisa menjadi capres/cawapres walaupun belum berusia 40 tahun, umumnya menganggap keputusan itu tidak adil.
“Dan ini, menurut publik, adalah keputusan yang tidak adil,” katanya.
Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.
Sampel sebanyak 2400 responden dipilih secara acak (stratified multistage random sampling) dari populasi tersebut. Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 1939 atau 81 persen. Sebanyak 1939 responden ini yang dianalisis.
Baca Juga: Gantikan Anwar Usman, Ketua MK Suhartoyo Ingin Kembalikan Kepercayaan Publik Pada MK
Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 2,3 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (asumsi simple random sampling). Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Waktu wawancara lapangan 29 Oktober – 5 November 2023.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.