Kompas TV nasional hukum

Dituding Lakukan Operasi Rahasia Jegal Gibran, Pakar Hukum: Tujuan Kami Demokrasi Beradab

Kompas.tv - 3 November 2023, 20:50 WIB
dituding-lakukan-operasi-rahasia-jegal-gibran-pakar-hukum-tujuan-kami-demokrasi-beradab
Bakal capres dan cawapres dari Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka, mengangkat tangan di depan para pendukung mereka sebelum mendaftarkan diri ke KPU, di Jakarta, Rabu, 25 Oktober 2023. (Sumber: AP Photo/Dita Alangkara)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menampik tudingan operasi rahasia yang disebutkan oleh tim pemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Menurut Bivitri laporan dari 16 akademisi ke Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) adalah proses terbuka yang tidak ditutup-tutupi.

"Ini kan nggak tertutup, bahwa ini politis atau tidak silakan dinilai," kata Bivitri di Kompas Petang, Kompas TV, Jumat (3/11/2023).

Pernyataan Bivitri tersebut menanggapi isu yang muncul terkait adanya operasi rahasia untuk menolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Ia menegaskan, putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang melancarkan jalan Gibran maju sebagai bacawapres Prabowo sangat bermasalah.

"Putusan ini sangat bermasalah dari segi prinsip-prinsip hukum," tegas dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu.

Ia pun menegaskan bahwa tujuan dari para akademisi yang berharap MKMK bisa menggugurkan putusan MK tentang batas usia capres cawapres itu salah satunya adalah mewujudkan demokrasi yang beradab.

"Tujuan kami adalah negara hukum yang baik dan demokrasi yang beradab," jelasnya.

Baca Juga: Pakar Hukum Tegaskan 3 Kejanggalan Besar dalam Putusan MK Terkait Batas Usia Capres-Cawapres

Bivitri menyatakan, putusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan terkait batas usia capres-cawapres itu bermasalah karena ada benturan kepentingan.

"Bagi kami persoalannya bukan sekadar ingin menjegal Gibran atau siapa pun, tapi persoalan bahwa MK itu sudah dirusak cara dia bekerja dan perannya dan bahkan tugas konstitusionalnya itu sudah rusak dengan adanya putusan 90 ini," ujarnya.

Ia pun menyebutkan tiga kejanggalan besar yang memengaruhi putusan MK. Pertama, hak mengajukan gugatan (legal standing) pemohon yang tidak biasa. Bivitri menerangkan, MK biasanya sangat ketat dalam hal melihat legal standing dari pemohon.

Kedua, Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu sempat ditarik, namun kembali masuk saat akhir pekan dan langsung dibahas MK.

"Biasanya MK itu sangat strict (ketat), kalau ada perkara yang sudah ditarik, dia akan berhenti memeriksa," jelas Bivitri.

"Nah ini pada weekend (akhir pekan) hari Sabtu, perkaranya dimasukkan lagi dan langsung dibahas, tidak ada penetapan penarikan putusan," sambung Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu.

Ketiga, ia menjelaskan, ada dua pendapat hakim yang sebenarnya menolak, tapi dianggap menerima gugatan terhadap pasal 169 huruf q Undang-Undang No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

"Yang 5 itu kan sebenarnya 2 putusannya atau 2 pendapat concurring opinion, yaitu alasan berbeda tapi ujungnya dianggap sama, nah anggapan sama itu keliru," tegas Bivitri.

Baca Juga: Sidang MKMK, PBHI Sebut Dokumen Perbaikan Gugatan Usia Capres-Cawapres Cacat Formil

Di sisi lain, juru bicara Tim Pemenangan Prabowo-Gibran, Wihadi Wiyanto mengatakan ada operasi rahasia yang ingin membatalkan pencalonan Gibran sebagai bakal cawapres Prabowo.

"Ini masalah operasi rahasia, memang betul," kata Wihadi dalam kesempatan yang sama.

"Ini sesuatu hal yang memang menjadi sesuatu yang mungkin menjadi suatu operasi karena ini kaitannya dengan pencalonan presiden," urainya.

Menurut Wihadi, pihaknya akan tetap mengusung Prabowo-Gibran karena putusan MK sudah final.

"Saya kira keputusan ini tetap saja, kami tetap yakin tidak ada permasalahan dalam pencalonan Pak Prabowo dengan Gibran," jelasnya.

Ia menyebut, ada pihak dengan tujuan tertentu yang berharap MKMK bisa membatalkan putusan MK terkait batas usia capres-cawapres.

Sebagai informasi, hanya 3 hakim konstitusi yang menyetujui gugatan Perkara No 90/PUU-XXI/2023, yaitu Anwar Usman (Ketua merangkap Anggota), M. Guntur Hamzah (Anggota),bdan Manahan M.P. Sitompul (Anggota).

Sementara itu, 2 orang Hakim Konstitusi memiliki pendapat berbeda (concurring opinion), yaitu Enny Nurbaningsih (Anggota) dan Daniel Yusmic P. Foekh (Anggota)

Empat Hakim Konstitusi tegas menolak atau menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) atas gugatan untuk menurunkan batas usia capres-cawapres tersebut, yaitu Wahiduddin Adams (Anggota), Saldi Isra (Anggota), Arief Hidayat (Anggota), Suhartoyo (Anggota).

Baca Juga: Ketua MKMK Ungkap Hasil Pemeriksaan 3 Hakim MK: Banyak Sekali Masalah yang Kami Temukan

Pada Senin (16/10/2023), MK mengabulkan sebagian permohonan dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menggugat batas usia capres dan cawapres yang diatur dalam pasal 169 huruf q UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Permohonan itu diajukan mahasiswa asal Kota Solo bernama Almas Tsaqib Birru, yang ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten atau kota.

MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Pasal tersebut melancarkan pencalonan Wali Kota Solo/Surakarta Gibran Rakabuming Raka, yang notabene keponakan Ketua MK Anwar Usman, sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres) Prabowo Subianto.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x