Kompas TV nasional hukum

Pakar Hukum Tegaskan 3 Kejanggalan Besar dalam Putusan MK Terkait Batas Usia Capres-Cawapres

Kompas.tv - 3 November 2023, 19:58 WIB
pakar-hukum-tegaskan-3-kejanggalan-besar-dalam-putusan-mk-terkait-batas-usia-capres-cawapres
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti di Kompas Petang, Kompas TV, Jumat (3/11/2023). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengungkapkan setidaknya tiga kejanggalan besar dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Bivitri menerangkan, selain adanya benturan kepentingan dari salah satu hakim konstitusi dengan perkara gugatan usia capres-cawapres, ada tiga kejanggalan lain yang juga memengaruhi putusan.

"Kejanggalannya banyak sekali, yang jelas kan yang bermasalah benturan kepentingan, implikasi pada putusan," kata Bivitri di program Kompas Petang Kompas TV, Jumat (3/11/2023).

Baca Juga: Sidang MKMK, PBHI Sebut Dokumen Perbaikan Gugatan Usia Capres-Cawapres Cacat Formil

Berikut ini tiga kejanggalan besar yang dianggap masalah putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres:

1. Legal standing pemohon tak biasa

Hak mengajukan gugatan (legal standing) pemohon yang tidak biasa. Bivitri menerangkan, MK biasanya sangat ketat dalam hal melihat legal standing dari pemohon.

"Biasanya MK itu ketatnya luar biasa, sekarang bagaimana bisa seseorang yang mengidolakan Gibran Rakabuming itu diakui legal standing-nya? Nah itu saja udah janggal," jelasnya.

2. Gugatan sempat ditarik tapi dimasukkan lagi saat akhir pekan

Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu sempat ditarik, namun kembali masuk saat akhir pekan dan langsung dibahas MK.

"Biasanya MK itu sangat strict (ketat), kalau ada perkara yang sudah ditarik, dia akan berhenti memeriksa," jelas Bivitri.

"Nah ini pada weekend (akhir pekan) hari Sabtu, perkaranya dimasukkan lagi dan langsung dibahas, tidak ada penetapan penarikan putusan," sambung Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu.

Baca Juga: Ketua MKMK Ungkap Hasil Pemeriksaan 3 Hakim MK: Banyak Sekali Masalah yang Kami Temukan

3. Dua pendapat hakim MK dianggap setuju, padahal menolak

Bivitri menjelaskan, ada dua pendapat hakim yang sebenarnya menolak, tapi dianggap menerima gugatan terhadap pasal 169 huruf q Undang-Undang No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

"Yang 5 itu kan sebenarnya 2 putusannya atau 2 pendapat concurring opinion, yaitu alasan berbeda tapi ujungnya dianggap sama, nah anggapan sama itu keliru," tegas Bivitri.

"Kalau dibaca pelan-pelan, yang 2 ini sebenarnya lebih menolak bukan menerima," sambungnya.

Sebagai informasi, hanya 3 dari 9 hakim konstitusi yang menyetujui gugatan Perkara No 90/PUU-XXI/2023, yaitu Anwar Usman (Ketua merangkap Anggota), M. Guntur Hamzah (Anggota), dan Manahan M.P. Sitompul (Anggota).

Sementara itu, 2 orang Hakim Konstitusi memiliki pendapat berbeda (concurring opinion), yaitu Enny Nurbaningsih (Anggota) dan Daniel Yusmic P. Foekh (Anggota)

Empat Hakim Konstitusi tegas menolak atau menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) atas gugatan untuk menurunkan batas usia capres-cawapres tersebut, yaitu Wahiduddin Adams (Anggota), Saldi Isra (Anggota), Arief Hidayat (Anggota), Suhartoyo (Anggota).

Baca Juga: Pakar Hukum Sebut Putusan MK Bisa Dianggap Tidak Sah jika Terbukti Ada Benturan Kepentingan

Seperti diberitakan sebelumnya, pada Senin (16/10), MK mengabulkan sebagian permohonan dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menggugat batas usia capres dan cawapres yang diatur dalam pasal 169 huruf q UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Permohonan itu diajukan mahasiswa asal Kota Solo bernama Almas Tsaqib Birru, yang ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten atau kota.

MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Pasal tersebut akhirnya melancarkan pencalonan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, yang notabene keponakan Ketua MK Anwar Usman, sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres) Prabowo Subianto.


 



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x