JAKARTA, KOMPAS.TV - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Enny Nurbaningsih mengatakan, per Senin (23/10/2023) sudah ada tujuh laporan yang masuk ke MK dari berbagai kelompok masyarakat dan advokat mengenai dugaan pelanggaran etik hakim MK dalam memutus Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
MK lantas membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang terdiri dari tiga anggota.
Enny menuturkan, MKMK beranggotakan tokoh masyarakat, akademisi, dan hakim aktif.
"Kami sesuaikan hal ini dengan ketentuan dalam Pasal 27A UU MK (UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003) soal keanggotaan (MKMK)," kata Enny saat konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Senin (23/10/2023).
Enny yang juga Guru Besar Ilmu Hukum di Universitas Gadjah Mada itu mengatakan, berdasarkan rapat yang digelar hakim MK, ketiga anggota MKMK tersebut adalah Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.
Baca Juga: Pakar Hukum Tata Negara Tegaskan Pelanggaran Etik Ketua MK dalam Putusan Batas Usia Capres-Cawapres
Ia mengungkapkan, penunjukan Jimly Asshiddiqie sebagai anggota MKMK didasari oleh kredibilitas.
"Saya kira kita tidak perlu meragukan kredibilitas beliau (Jimly) lagi," ungkapnya.
Jimly pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi RI periode 2003-2008 serta Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) periode 2012-2017.
Kini, Jimly merupakan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta.
Anggota majelis yang kedua adalah Bintan Saragih dari kelompok akademisi.
Penasihat senior Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH) tersebut pernah menjabat sebagai anggota Dewan Etik MK tahun 2017-2020.
"Beliau dulunya merupakan (anggota) Dewan Etik MK. Namun, karena kelembagaannya sekarang adalah MKMK, jadi memungkinkan beliau untuk menjadi anggota MKMK," jelasnya, dilansir dari Antara.
Anggota MKMK ketiga adalah Wahiduddin Adams yang kini masih menjabat sebagai hakim konstitusi aktif di MK.
Baca Juga: Presiden Jokowi, Ketua MK Anwar Usman, Gibran, dan Kaesang Dilaporkan ke KPK Dugaan Kolusi Nepotisme
Di sisi lain, Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri menilai, penunjukkan Jimly sebagai anggota MKMK sangat rawan konflik kepentingan.
Pasalnya, belakangan ini Jimly terang-terangan mendukung bakal calon presiden Prabowo Subianto.
Sebagai informasi, pada 1 Mei 2023, Jimly diundang dan hadir ke rumah Prabowo Subianto di Hambalang, Jawa Barat.
"Tak kurang hormat saya kepada Prof Jimly, tapi kami semua publik sudah tahu, bahwa sekarang Prof Jimly juga membantu di timnya Pak Prabowo," kata Bivitri, Senin (23/10/2023) dalam Program Kompas Petang, KompasTV.
"Itu saja menurut saya sudah menjadi catatan yang artinya nanti MKMK harus membuktikan kepada publik dia bisa mandiri meskipin ada catatan-catatan," imbuhnya.
Menurut Bivitri, MKMK sangat politis, padahal seharusnya anggota MKMK terdiri dari anggota yang independen.
Laporan terhadap majelis MK bermunculan usai MK mengabulkan sebagian permohonan dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menggugat batas usia capres dan cawapres yang diatur dalam pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu.
Perkara itu diajukan mahasiswa asal Kota Solo bernama Almas Tsaqibbirru Re A.
MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Pasal tersebut melancarkan pencalonan Wali Kota Solo/Surakarta Gibran Rakabuming Raka, yang notabene keponakan Ketua MK Anwar Usman, sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres) Prabowo Subianto.
Sumber : Kompas TV/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.