"Saya kira terhadap putusan MK, siapa saja boleh berpendapat, boleh mengkritik, karena terbuka untuk dikritik oleh siapa pun," tegasnya.
"Kalau ditanya kepada saya sebagai akademisi hukum tata negara, ya jawaban saya seperti yang tadi sudah didengar dalam diskusi di kedai kopi tadi pagi," imbuhnya.
Baca Juga: Nilai Putusan MK Cacat Hukum, Yusril: Saya Percaya Gibran Ambil Langkah Paling Bijaksana
Sebelumnya, Yusril mengatakan putusan MK atas perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 mengandung cacat hukum. Dia berharap Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dan ayahnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi), akan mengambil langkah bijaksana.
"Walaupun saya katakan bahwa ini adalah putusan yang kontroversial dan mengandung cacat hukum di dalamnya, putusannya problematik, ya kita serahkan kepada beliau dan saya percaya Bapak Jokowi dan sebagai kepala keluarga dan Mas Gibran tentu akan mengambil kebijakan paling bijaksana di tengah-tengah kemungkinan reaksi yang makin luas akibat dari putusan yang kontroversial ini," ungkapnya di Jakarta, Selasa (17/10/2023).
Seperti diberitakan, pada Senin (16/10), MK mengabulkan gugatan batas usia capres dan cawapres.
MK kini membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden asalkan pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilu.
Yusril menilai putusan MK tersebut mengubah peta politik menjelang Pilpres 2024 secara drastis.
Pasalnya, hal itu membuat Gibran yang saat ini berumur 36 tahun, bisa maju menjadi capres atau cawapres pada Pilpres 2024.
"Saya kira putusan MK yang terakhir yang keempat yang nomor 90 itu memang mengubah peta politik secara drastis ya karena memang membuka kesempatan bagi Pak Gibran untuk maju," ungkap Yusril yang juga pakar hukum tata negara, dikutip dari video KOMPAS TV.
MK menerima uji materi yang diajukan mahasiswa asal Kota Solo bernama Almas Tsaqibbirru terkait batas usia capres-cawapres yang diatur dalam pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu.
Dalam perkara bernomor 90/PUU-XXI/2023 itu, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
MK kemudian menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, bertentangan dengan UUD 1945.
"Mengadili: 1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. 2 Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 610 yang menyatakan, 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah,'" kata Ketua MK Anwar Usman di gedung MK, Senin (16/10/2023).
"Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah,'" kata Anwar.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.