KOMPAS.TV – Sosok calon wakil presiden (cawapres) dapat meningkatkan capaian elektabilitas calon presiden (capres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) RI 2024.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas, elektabilitas masing-masing kandidat meningkat setelah disimulasikan berpasangan.
Simulasi memasangkan Prabowo Subianto dengan berbagai sosok cawapres yang populer, misalnya, berpotensi membuat capaian elektabilitasnya dalam kisaran 32,2-35,9 persen.
Sementara, hasil survei elektabilitasnya sebagai capres yang bertarung menunjukkan potensi elektabilitas Prabowo sebesar 31,3 persen.
Tak jauh berdeda dengan dua kandidat bakal capres lainnya, yakni Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, yang mengalami peningkatan elektabilitas setelah disimulaikan berpasangan dengan cawapres.
Potensi elektabiltas yang diraih Ganjar dengan kehadiran cawapres mencapai 32,5-34,8 persen, padahal, potensi elektabilitas dari sosoknya saja mampu meraih 34,1 persen.
Sedangkan pada Anies Baswedan, potensi elektabilitas yang diraihnya menjadi 19,4-21,6 persen saat diimulasikan berpasangan dengan cawapres.
Sementara, posisi elektabilitas Anies dalam persaingan tiga bakal capres sebesar 19,1 persen.
Baca Juga: Gerindra Ungkap Respon Prabowo saat Para Kiai Berharap Bacawapresnya dari Kalangan Santri
“Artinya, baik bagi Ganjar maupun Anies, semakin kurang signifikan kehadiran sosok cawapres ketimbang kekuatan sosok dirinya,” demikian kesimpulan hasil survei yang dikutip dari Kompas.id, Jumat (6/10/2023).
Meskipun peningkatan elektabilitas dari simulasi tersebut tidak terlalu signifikan, pemilihan sosok cawapres tetap sangat strategis.
Terlebih pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang peta persaingan di antara calon presiden terbilang sangat kompetitif.
Tidak ada satu pun sosok capres yang sedemikian dominan dalam penguasaan dukungan, sehingga pada pemilu kali ini saat keliru menentukan pasangan cawapres berpotensi terkalahkan.
Kehadiran Khofifah Indar Parawansa sebagai alah satu kandidat bakal cawapres di tengah persaingan antarcapres, menjadi penting.
Khofifah dinilai memiliki beberapa modal politik dan mampu mengisi ruang kosong setiap capres.
Mengacu pada hasil survei Litbang Kompas yang memetakan kondisi politik di Jawa Timur pada Januari 2022, Khofifah sebagai gubernur Jawa Timur terbilang banyak mendapat apresiasi dari kinerja kepemimpinannya (75,3 persen).
Dalam survei yang sama, sebanyak 44 persen responden menyatakan Khofifah layak diajukan ke panggung politik kepemimpinan nasional, baik sebagai calon presiden ataupun cawapres.
Meski demikian, hasil survei mengindikasikan kekuatan terbesar Khofifah terkonsentrasi pada penguasaan wilayah Jawa Timur.
Penguasaan wilayah Jawa Timur inilah yang menjadi kekuatan modal politik Khofifah, selain latar belakang kekuatan identitas sosial dirinya, seperti sebagai bagian dari keluarga besar Nahdlatul Ulama.
Faktor-faktor tersebut yang kini menjadi faktor penting yang diperebutkan oleh setiap bakal capres, dan menyebabkan Khofifah menjadi salah satu nominator dari ketiga capres yang berkontestasi.
Bagi Prabowo, suara Jawa Timur penting untuk dikuasai, mengingat pada dua pemilu lalu, Jawa Timur merupakan wilayah kekalahannya.
Pada Pemilu 2014, bersama Hatta Rajasa, Prabowo mampu meraih dukungan 46,83 persen dan hanya berselisih 6,34 persen dengan Joko Widodo- Jusuf Kalla.
Kekalahan di Jawa Timur kembali dialami Prabowo saat berpasangan dengan Sandiaga Uno pada Pemilu 2019.
Bahkan selisih perentase suara menjadi semakin lebar, yakni 31,58 persen dengan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Berdasarkan hail survei, untuk Pemilu 2024 mendatang, Prabowo juga belum tampak dominan di Jawa Timur.
Secara geopolitik, dukungan pada Prabowo agak terkonsentrasi di luar Jawa (51 persen). Padahal, proporsi pemilih lebih besar di Pulau Jawa.
Pemilih Prabowo di Jawa pun lebih banyak terkonsentrasi di Jawa Barat, sementara di Jawa Timur, potensi keterpilihan Prabowo masih di bawah Ganjar.
Berdasarkan hasil survei elektabilitas Ganjar di Jawa Timur cukup tinggi. Hal ini ditopang pula oleh posisi politik partai pengusungnya, PDI-P, yang memiliki pendukung loyal di sebagian kawasan Jawa Timur.
Hal itu menjadi faktor mengapa Ganjar memiliki alternatif yang lebih banyak selain dipasangkan dengan Khofifah.
Terlebih, jika mengacu pada kalkulasi wilayah yang terkuasai, Ganjar lebih berkepentingan mengamankan dan memperluas elektabilitasnya di Jawa Barat ketimbang Jawa Timur.
Namun, jika memperhatikan variabel lain, seperti pemilih dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU), Prabowo maupun Ganjar terbilang sama-sama bersaing ketat.
Dari total pemilih yang mengaku dari kalangan NU, Prabowo memperoleh dukungan suara hingga seperempat bagian pemilih (25 persen).
Sementara, responden yang mengaku dari kalangan NU yang memilih Ganjar sebanyak 25,6 persen.
Berdasarkan gambaran ini, beralasan jika Khofifah, yang juga menjadi bagian dari warga NU, diperebutkan kedua bakal cawapres.
Dari sisi jenis kelamin pemilih, berdasarkan hail survei, selama ini responden pemilih Prabowo dan Ganjar sama-sama terkonsentrasi pada pemilih laki-laki.
Bagi kedua bakal capres, kehadiran sosok Khofifah yang dikenal aktif dalam pemberdayaan sosial perempuan semakin menjadi daya tarik.
Survei terkini Litbang Kompas dilakanakan pada 27 Juli hingga 7 Agustus 2023, dengan jumlah responden sebanyak 1,364 menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi di Indonesia.
Tingkat kepercayaan survei tersebut adalah 95 persen dengan margin of error kurang lebih 2,65 persen, dan dibiayai sepenuhnya oleh Harian Kompas.
Sumber : Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.