“Begitu masuk saya sudah emosi waktu itu karena mengingat perlakuan Yosua kepada istri saya,” ucap Sambo.
Berhadapan dengan Brigadir J, Sambo langsung menuding ajudannya itu telah berbuat kurang ajar kepada istrinya. Alih-alih mengakui, kata Sambo, Brigadir J malah balik bertanya.
"Saya sampaikan kepada Yosua 'kenapa kamu tega sama ibu?'. Jawaban Yosua tidak seperti yang saya harapkan,” tutur Sambo.
“Dia malah nanya balik, 'ada apa komandan?' seperti menantang. Saya bilang 'kamu kurang ajar'. Saya perintahkan Richard untuk 'hajar Cad'.”
Baca Juga: Soal Jaksa Kasus Sambo di Sidang Teddy Minahasa, Kejagung: Pergantian Tim Hal Biasa
Setelah itu, Richard menembak Brigadir J sampai roboh.
***
Jaksa menghadirkan keluarga korban dalam sidang pembunuhan berencana Brigadir J. Ia adalah Rosti Simanjuntak, ibunda Brigadir J. Sambil menangis, Rosti mengatakan Sambo dan Putri tidak berhak atas nyawa anaknya.
"Hancur hati kami mendengar anakku dalam keadaan sehat, nyawanya dirampas,” kata Rosti di PN Jaksel, Selasa 1 November 2022.
Rosti mengaku tak menyangka Brigadir J yang selalu ia doakan selamat dalam setiap tugasnya, justru tewas di tangan atasannya.
Rosti mempertanyakan hati nurani Sambo dan terdakwa lainnya yang tega membunuh Brigadir J dengan sadis. Kepada para terdakwa, Rosti meminta mereka jujur di persidangan agar kasus pembunuhan berencana Brigadir J terang benderang.
Selain keluarga korban, jaksa juga menghadirkan saksi dari kepolisian. Salah satunya mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Soplanit. Dalam kesaksiannya, Ridwan mengaku diintervensi oleh personel Propam saat melakukan olah TKP pembunuhan Brigadir J.
“Pada saat kita melakukan olah TKP, terasa situasi diintervensi, " ujar Ridwan.
Selain itu, kata Ridwan, personel Propam juga merusak tempat kejadian perkara (TKP). Mereka masuk ke area penembakan Brigadir J saat proses olah TKP. Bahkan, personel Propam mengambil barang bukti senjata api.
Sementara saksi ahli yang dihadirkan jaksa yaitu Aji Febrianto Ar-Rosyid. Dalam kesaksiannya, Aji mengungkapkan hasil tes alat kebohongan atau poligraf terhadap lima terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J.
Ia menyebut hanya Ricky dan Richard yang terindikasi jujur. Sementara Sambo, Putri, dan Kuat Ma’ruf sebaliknya.
Aji mengaku menggunakan metode scoring dalam penilaian tes poligraf. Ferdy Sambo mendapat nilai minus 8 dan Putri minus 25. Untuk Kuat Ma’ruf dilakukan dua kali pemeriksaan. Pertama, hasilnya plus 9 dan kedua minus 13.
“Ricky dua kali juga, pertama plus 11, kedua plus 19. Richard plus 13,” ujar Aji.
Aji menjelaskan jika hasil tes poligraf mendapat skor plus artinya jujur. Sebaliknya, jika minus artinya berbohong.
“(Sambo) terindikasi berbohong. PC terindikasi berbohong. Kalau Kuat, jujur dan terindikasi berbohong,” kata Aji.
Maksudnya, hasil jujur dalam pemeriksaan Kuat Maruf bisa diartikan bahwa dia tidak memergoki persetubuhan Putri dan Brigadir J di Magelang. Sedangkan hasil yang menyatakan bohong yaitu saat Kuat Maruf mengaku tak melihat Sambo menembak Brigadir J.
Selain memberatkan, saksi ahli meringankan juga dihadirkan dalam persidangan Sambo. Ia adalah Elwi Danil, Guru Besar Universitas Andalas.
Elwi menjelaskan bahwa motif dalam kasus pembunuhan itu penting. Menurutnya, motif adalah sesuatu hal yang perlu diungkap, karena akan melahirkan kehendak yang kemudian melahirkan kesengajaan.
Kemudian, menurut Elwi, alat pendeteksi kebohongan atau lie detector tidak bisa dijadikan alat bukti dalam persidangan. Sebab, alat tersebut masih diperdebatkan.
Elwi menyebut Ferdy Sambo karena itu bisa divonis bebas jika tidak terpenuhinya dua alat bukti yang berhubungan dengan sangkaan terhadap terdakwa.
Vonis Mati Sang Mantan Jenderal
Selama empat bulan bersidang, tibalah saatnya Ferdy Sambo menghadapi vonis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin 13 Februari 2023.
Setelah mempertimbangkan fakta persidangan dan keterangan saksi-saksi, hakim memutuskan menjatuhkan vonis hukuman mati kepada mantan Kadiv Propam Polri itu dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
"Menjatuhkan terdakwa (Sambo) dengan pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso.
Sementara terdakwa lainnya yaitu Richard Eliezer divonis 1 tahun 6 bulan penjara oleh hakim karena perannya sebagai justice collaborator.
Lalu, Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara. Terdakwa Ricky Rizal divonis 13 tahun penjara. Terakhir, Kuat Maruf divonis 15 tahun penjara.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.