JAKARTA, KOMPAS.TV – Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Moh Adib Khumaidi membeberkan pentingnya kredensialing (review, verifikasi, dan evaluasi terhadap dokumen) dalam perekrutan tenaga kesehatan oleh fasilitas layanan kesehatan.
Penjelasan Adib tersebut disampaikan sebagai respons terhadap kasus dokter gadungan bernama Susanto yang sempat bekerja di sejumlah layanan kesehatan.
Adib menyebut kasus dokter gadungan tersebut menjadi pembelajaran untuk semua pihak.
“Terkait tersangka S ini, ini menjadi sebuah pembelajaran,” jelasnya saat konferensi pers, Kamis (14/9/2023).
Adib menuturkan, pada kasus tersebut, Susanto cukup lama bekerja sebagai dokter gadungan di sejumlah daerah.
Pihak penyedia layanan kesehatan seharusnya lebih memperhatikan proses rekruitmen tenaga medis.
“Menjadi sebuah hal yang sangat penting bagi kita, untuk pembelajaran buat semua fasilitas kesehatan, pada saat mempekerjakan tenaga medis dan tenaga kesehatan, perlu memperhatikan proses rekruitmen.”
“Jadi dalam proses rekruitmen ada namanya penugasan klinis dan kewenangan klinis,” tambahnya.
Baca Juga: Begini Cerita Dokter Anggi, Korban Penipuan Susanto Si Dokter Gadungan
Setiap penyelenggara layanan kesehatan, lanjut Adib, perlu melakukan proses kredensialing saat memberikan penugasan klinis maupun kewenangan klinis pada nakes.
“Proses kredensialing ini, tentunya kami dalam organisasi profesi memahaminya bukan hanya pemeriksaan dokumen atau pemberkasan dokumen, karena kasus ini bukan tidak mungkin akan bisa terjadi.”
Dengan kecanggihan teknologi yang ada saat ini, kata Adib, pemalsuan-pemalsuan dokumen akan dapat dilakukan dengan mudah.
“Tetapi, kami di organisasi profesi, di dalam melakukan sebuah proses kredensialing, kami ada tim di internal profesi yang namanya Komite Rekomendasi Izin Praktik (KRIP).”
“KRIP adalah satu bagian proses kredensialing yang memang sangat penting, sehingga dalam undang-undang Praktik Kedokteran maupun dalam Permenkes 2052 itu diperkuat,” tegasnya.
Pada proses itu, organisasi profesi seperti IDI turut dilibatkan dalam satu pemberian rekomendasi izin praktik, sehingga dapat bertemu secara fisik dengan dokter yang akan direkrut.
“Untuk kemudian kita bisa melihat apakah betul mereka itu adalah dokter atau malah kemudian dokteroid atau dokter gadungan seperti kasus yang saat ini kita bicarakan.”
“Tapi, tentunya dengan adanya Undang-undang 17 tahun 2023 proses yang tadi sebenarnya menjadi sangat penting sebagai bagian kredensialing dan skrining ini, sekarang memang ditiadakan dalam suatu proses di undang-undang,” bebernya.
Ia berharap pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah tetap melibatkan peran serta masyarakat atau komponen masyarakat, termasuk organisasi profesi Iktan Dokter Indonesia dalam proses kredensialing dan rekredensialing.
Sebelumnya diberitakan penipuan dokter gadungan Susanto terbongkar saat PT PHC akan memperpanjang kontrak pada bulan April-Mei 2023.
Corporate Secretary PT PHC Surabaya, Imron Soewono, menyebut pihaknya tengah mencari informasi mengenai nama samaran yang digunakan oleh Susanto, yakni dr Anggi Yurikno.
Baca Juga: Tetangga Beberkan Tingkah Laku Susanto Dokter Gadungan di Rumahnya
Akhirnya pihaknya mendapatkan informasi bahwa identitas asli Susanto yang ternyata lulusan sekolah menengah atas (SMA).
"Kami pernah baca artikelnya pada salah satu media, yang bersangkutan itu sudah pernah ditahan selama empat tahun," kata Imron, Rabu (13/9/2023).
Imron menambahkan, Susanto pernah menjabat sebagai kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah Kalimantan. Selain itu, Susanto juga pernah menjadi direktur salah satu rumah sakit.
"Menemukanlah data kasus 2011 dan sebelumnya pernah jadi kepala UPT, kepala direktur rumah sakit, ternyata beliau ini residivis," ungkapnya.
Atas peristiwa ini, PT PHC langsung melaporkan kasus penipuan Susanto kepada pihak kepolisian.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.