JAKARTA, KOMPAS.TV – Jalannya persidangan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2016 lalu berjalan dengan alot. Kasus yang dikenal dengan kopi sianida itu, butuh 26 kali sidang sebelum majelis hakim ketok palu, memutuskan nasib Jessica 20 tahun penjara.
Selama persidangan ada sejumlah kejanggalan yang disorot oleh publik, banyak yang menilai ekspresi Jessica terlalu tenang. Selain itu, ia juga beberapa kali menjawab “tidak ingat” dan “tidak tahu” saat diberikan pertanyaan jaksa penuntut umum (JPU).
Untuk membuktikan Jessica bersalah, pihak JPU menghadirkan puluhan saksi dari keluarga Mirna, teman, pegawai Kafe Olivier, polisi Australia hingga saksi ahli. Sementara itu, untuk pembelaan, pihak Jessica juga tidak mau kalah, mereka mendatangkan saksi ahli toksikologi dan ahli patologi forensik.
Berikut saksi memberatkan dan meringankan dalam persidangan Jessica Wongso.
1. Keluarga Mirna
Keluarga Mirna yang pertama kali memberi kesaksikan di persidangan, yakni pada 12 Juli 2016. Saat itu yang berbicara di persidangan adalah ayah Mirna, Edi Darmawan Salihin; suami Mirna, Arief Soemarko; dan kembaran Mirna, Sandy Salihin.
Edi Dermawan Salihin mengatakan, gerak-gerik Jessica ketika berada di rumah sakit tampak mencurigakan. Jessica, kata Dermawan, sempat mengaku asma, tetapi masih lancar beraktivitas.
Darmawan menyebut keanehan lainnya adalah ketika Jessica keliling mendengarkan orang berbicara di rumah sakit. Jessica pun kemudian menghilang setelah berkeliling.
Selain itu, menurut Darmawan, Jessica tampak berbicara dengan tenang selama ia dan Mirna berada di rumah sakit. Tidak terpancar kesedihan seperti yang tampak dari wajah Hani yang juga berada di rumah sakit ketika itu.
Baca Juga: Jejak Kasus Kopi Sianida (III): Mirna Salihin Tewas di Meja No.54 Kafe Olivier, Jessica Tersangka
Sementara itu, Sandy Salihin mengungkapkan bahwa Jessica sempat mengirimkan artikel berita tentang es kopi vietnam beracun kepadanya seusai Mirna meninggal. Sendy merasa Jessica mengarahkannya untuk beranggapan bahwa es kopi vietnam menjadi penyebab kematian Mirna.
Adapun, Arief dalam persidangan bercerita bahwa Mirna takut kepada Jessica karena insiden pada Oktober 2014 dan tidak ingin menemui Jessica sendirian.
2. Pegawai Olivier
Belasan pegawai Kafe Olivier didatangkan ke PN Jakpus untuk memberi kesaksian berikutnya dalam rentan waktu 20-28 Juli 2016. Kendati demikian, dari semua saksi, tak da satu pun pegawai Kafe Olivier yang melihat Jessica memasukkan sianida ke es kopi yang diminum Mirna.
Kendati demikian, Manajer Kafe Olivier bernama Devi dan pegawai Olivier lainnya menyebut Jessica tidak menolong Mirna saat kejang-kejang seusai meminum es kopi vietnam.
Mereka juga mengatakan Jessica beberapa kali terlihat garuk-garuk. Pegawai Kafe Olivier juga menyebut warna es kopi vietnam Mirna kekuningan dan berbau.
3. Saksi Ahli
Ahli forensik Mabes Polri Ajun Komisaris Besar Muhammad Nuh dan anggota Asosiasi Forensik Digital Indonesia (AFDI) Christopher Hariman Rianto mengungkapkan beberapa kejanggalan yang terlihat dari rekaman kamera pengawas (CCTV) saat Jessica Wongso di Kafe Olivier.
Baca Juga: Jejak Kasus Kopi Sianida (II): Dua Sahabat Karib dan Curhatan Berakhir Kematian
Salah satunya adalah adanya perpindahan posisi tas kertas (paper bag) di atas meja nomor 54 di kafe Olivier, yang semula disusun acak, menjadi sejajar sehingga menutupi minuman koktail dan es kopi Vietnam yang sudah tersedia di depan terdakwa.
Video juga menunjukkan kedua tangan terdakwa mulai membuka tas, sembari menahan dengan tangan kiri, dia memindahkan sesuatu sebanyak dua kali ke atas meja yang sudah tertutupi paper bag.
"Bisa dilihat (di rekaman) terdakwa mengambil sesuatu dan melakukan pergerakan tangan ke lokasi kopi yang berada di depannya. Ditambah lagi dia sambil menoleh ke kiri dan ke kanan. Kombinasi itu dan urutan kejadian sebelumnya menimbulkan pertanyaan saya," kata Christopher.
Adapun beberapa kejanggalan lain yang dituturkan para ahli forensik dan tampak di rekaman CCTV adalah gerakan menggaruk yang berulang dari Jessica usai Mirna tak sadarkan diri, dan melakukan penutupan pembayaran (close bill) jauh sebelum kedatangan teman-temannya.
4. Polisi Australia dan Atasan Jessica
Pada 26 September 2023, jaksa menghadirkan polisi dari New South Wales, Australia, John J Torres, yang menjelaskan catatan-catatan kepolisian atas nama Jessica. Dia menjelaskan Jessica beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri di Australia.
JPU kemudian membacakan kesaksian Kristie Louis Carter, seorang mantan atasan terdakwa ketika bekerja di New South Wales Ambulance, Australia.
Menurut Kristie, dirinya mengenal Jessica sejak 2014 ketika terdakwa mulai bekerja sebagai desainer grafis perusahaan tersebut. Dia mengatakan Jessica memiliki dua kepribadian yang berbeda, yakni murah senyum namun akan marah jika orang tidak menuruti kemauannya.
Saat Jessica dirawat di sebuah rumah sakit di Australia, kata Christie, terdakwa pernah mengatakan kepadanya bahwa jika dia berniat mengakhiri hidup seseorang, dia dapat "membunuh dengan dosis yang tepat" dan bisa "mendapatkan pistol".
Pihak Jessica menghadirkan ahli patologi forensik dari Australia, Profesor Beng Beng Ong pada persidangan tanggal 5 September 2016. Beng menjelaskan kematian Mirna kemungkinan bukan karena sianida.
Sebab, dalam cairan lambung Mirna yang diambil 70 menit setelah dia meninggal tidak ditemukan sianida. Sementara 0,2 gram sianida dalam lambung Mirna yang diambil beberapa hari setelah meninggal kemungkinan dihasilkan pasca-kematian.
Pada 15 September 2016, Ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar yang dihadirkan tim kuasa hukum Jessica mengatakan bukti rekam CCTV Olivier telah dimodifikasi sehingga hasil analisis dari rekaman CCTV tersebut dinilai tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Pada Rabu, 21 September 2016, kuasa hukum Jessica juga menghadirkan ahli farmakologi dan toksikologi forensik asal Australia Michael Robertson. Penjelasan Michael hampir sama dengan penjelasan ahli yang dihadirkan kuasa hukum Jessica sebelumnya.
Namun dalam pertimbangannya, majelis hakim menegaskan tak harus ada saksi mata yang melihat seseorang melakukan perbuatan pidana. Hakim bisa memperoleh dari bukti tidak langsung.
Baca Juga: Jejak Kasus Kopi Sianida (I) : Pembunuhan di Kafe Olivier Versi Netflix
Misalnya, majelis hakim menilai janggal tindakan Jessica, seperti pembayaran bill yang dilakukan di awal, yang dianggap hakim agar Jessica bisa meninggalkan lokasi dengan cepat.
Anggota majelis hakim Binsar Panjaitan mengatakan, “Jessicalah yang mengetahui siapa yang memindahkan (gelas es kopi vietnam), hingga lalat yang hinggap pun Jessica tahu," katanya.
Sumber : Kompas TV, berbagai sumber
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.