“Lalu ada penyelesaian non-yudisial, penyelesaian non-yudisial itu dilakukan dengan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi,” ucapnya.
Di situlah nanti pembahasan tentang mencari kebenaran, perdamaian, dan lain-lainnya.
“Lalu, mari berdamai kita, bersatu, rukun kembali. Itu sudah ada undang-undangnya, tapi dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.”
“Mahkamah Konstitusi membatalkan itu, sehingga yang melalui pengadilan itu belum bisa maksimal, yang melaui KKR, komisi kebenaran dan rekonsiliasi juga tidak jadi-jadi,” katanya.
Daripada terus menerus menunggu kedua proses tersebut, yang menurut Mahfud bernuansa politis, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) kemudian menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2022.
“Daripada kita nunggu terus proses yang bernuansa politis juga, karena tarik menarik ini itu dan seterusnya, maka presiden mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2022, tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu,” urainya.
Baca Juga: Gerindra Tak Ambil Pusing soal Dugaan Pelanggaran HAM Prabowo: Ham Him Hom, Ini Kan Isu 5 Tahunan
Keputusan presiden tersebut, lanjut Mahfud, merupakan proses penyelesaian kepada para korban, bukan pada pelaku, karena proses terhadap pelaku dilakukan oleh pengadilan.
“Untuk pelaku, itu pengadilan yang menyelesaikan.”
“Sebelum pengadilannya yang terus berkutat tarik menarik ndak selesai, korban yang masih ada ini, karena satu, satu, satu, habis, kita nunggu undang-undang, kita nunggu pengadilan dan seterusnya,” ujarnya.
Maka, kata Mahfud, pemerintah mengambil jalan secepatnya untuk memberikan hak-hak konstitusional mereka, sementara proses di pengadilan terus berjalan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.