JAKARTA, KOMPAS TV - Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo menjelaskan ihwal usulannya untuk mengembalikan lembaga MPR sebagai institusi tertinggi di negara.
Menurut dia, usulan tersebut bertujuan agar MPR bisa terlibat aktif dalam menyelesaikan persoalan yang kini belum ada solusinya di dalam konstitusi Indonesia.
"MPR kemarin sudah ramai dibicarakan, padahal kita hanya bicara tentang kewenangan yang bisa kita harapkan kembali dimiliki oleh MPR, kewenangan subjektif superlatif agar kita MPR mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang tidak ada jalan keluarnya di konstitusi kita," kata pria yang karib disapa Bamsoet saat menyampaikan pidato di Peringatan Hari Konstitusi dan HUT Ke-78 MPR RI di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/7/2023).
Baca Juga: Bamsoet: MPR Harus Dikembalikan Jadi Lembaga Tertinggi, seperti yang Disampaikan Megawati
Bamsoet mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan bangsa ke depannya terutama yang tidak ada jalan keluarnya konstitusinya.
"Jadi sekali lagi Bapak Presiden, MPR tengah berupaya keras untuk mengatasi berbagai kemungkinan yang mungkin akan dihadapi oleh bangsa kita ke depan," kata Bamsoet.
Sebelumnya, Bamsoet menyinggung amendemen UUD 1945 saat menyampaikan pidato Sidang Tahunan MPR 2023 di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, Rabu (16/8/2023). Bamsoet mendorong MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara.
Bamsoet mengatakan, MPR seharusnya kembali menjadi lembaga tertinggi di Indonesia. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri beberapa waktu lalu.
"Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu," kata Bamsoet.
Bamsoet berbicara ihwal pentingnya kembali merancang Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Namun, PPHN dilakukan setelah Pemilu 2024.
"Pembahasan PPHN seyogyanya dapat dilakukan setelah pelaksanaan Pemilihan Umum 2024, sehingga memiliki waktu yang cukup dan legitimasi yang kuat," katanya.
Ia menjelaskan, pembahasan dalam PPHN nanti untuk mengatur kejadian luar biasa yang terjadi di Indonesia jelang pemilu.
"Sekiranya menjelang Pemilu terjadi sesuatu yang di luar dugaan kita bersama, seperti bencana alam yang dahsyat berskala besar, peperangan, pemberontakan, atau pandemi yang tidak segera dapat diatasi, atau keadaan darurat negara yang menyebabkan pelaksanaan Pemilihan Umum tidak dapat diselenggarakan sebagaimana mestinya," katanya.
Bamsoet menyebut bahwa dalam kondisi itu tak ada lembaga yang berwenang untuk melaksanakan penundaan Pemilu.
Selain itu, tak diatur dalam konstitusional bahwa Pemilu tertunda padahal masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, anggota-anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta para menteri anggota kabinet telah habis.
Baca Juga: Ketua MPR Bamsoet Berpantun di Sidang Tahunan hingga Singgung soal Pilpres 2024
"Masalah-masalah seperti di atas belum ada jalan keluar konstitusional-nya setelah Perubahan Undang Undang Dasar 1945. Hal itu memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh dari kita semua sebagai warga bangsa."
Di masa sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945, MPR masih dapat menetapkan berbagai Ketetapan yang bersifat pengaturan, untuk melengkapi kevakuman pengaturan di dalam konstitusi kita," ujarnya.
Di masa Orde Baru, MPR memang menjadi lembaga tertinggi negara. Salah satu fungsinya memilih Presiden dan Wakil Presiden serta melantik keduanya. Juga mengeluarkan sejumlah ketetapan MPR (TAP MPR).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.