JAKARTA, KOMPAS.TV - Museum Perumusan Naskah Proklamasi atau disingkat Munasprok menjadi salah satu saksi sejarah detik-detik kemerdekaan Indonesia. Museum ini terletak di Jalan Imam Bonjol 1, Menteng, Jakarta.
Di masa pendudukan Jepang, jalan ini bernama Jalan Meiji Dori. Sebelum menjadi Munasprok, bangunan ini merupakan tempat tinggal milik Laksamana Muda Tadashi Maeda.
Laksamana Maeda merupakan seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda pada masa Perang Pasifik. Ia merupakan seorang tokoh yang berperan cukup penting dalam kemerdekaan Indonesia.
Laksamana Maeda mengizinkan rumahnya untuk dijadikan tempat perumusan naskah proklamasi Indonesia. Museum Perumusan Naskah Proklamasi dulunya dirancang sebagai bangunan “kota taman” pertama di Indonesia oleh Belanda pada 1910.
Baca Juga: Alasan Prabowo Subianto Pilih Museum Proklamasi Jadi Tempat Deklarasi
Sementara, gedungnya dibangun pada 1920 silam. Gedung dengan luas tanah 3.914 meter persegi dan luas bangunan 1.138 meter persegi ini dibangun dengan gaya arsitektur Eropa oleh Belanda.
Setelah Perang Pasifik pecah dan Jepang menduduki Indonesia, gadung ini dijadikan tempat tinggal oleh Laksamana Muda Tadashi Maeda.
Pemilik gedung ini adalah PT Asuransi Jiwasraya yang dulu bernama Nederlandsch Indische Levensverzekering en Lijfrente Maatschappij van 1859 (NILLMIJ). Sebelum akhirnya diresmikan menjadi Museum Proklamasi, gedung ini sudah beberapa kali berubah fungsi.
Sebelum Perang Pasifik, gedung tersebut dijadikan sebagai British Council General (Konsulat Jenderal Inggris). Kemudian berganti lagi menjadi rumah kediaman Laksamana Tadashi Maeda, setelah Jepang menguasai Indonesia.
Pada tahun 1947, gedung ini berubah fungsi menjadi kediaman resmi Duta Besar Kerajaan Inggris. Terjadinya aksi nasionalisasi terhadap bangsa asing ini membuat pemerintah berniat untuk mengambil alih gedung tersebut.
Gedung ini kemudian diserahkan kepada Departemen Keuangan dan dikelola oleh PT Asuransi Jiwasraya. Pada 1961, gedung ini kemudian dikontrak oleh Kedutaan Inggris selama 20 tahun, sampai tahun 1981.
Sejak tahun 1976, Indonesia sudah berusaha untuk menjadikan gedung tersebut sebagai gedung monumen bersejarah. Pada tanggal 25 November 1980, diadakan rapat Koordinasi Bidang Kesra Departemen Dalam Negeri dan Pemda DKI Jakarta.
Hasil dari rapat tersebut memutuskan bahwa gedung ini akan dijadikan Monumen Sejarah Indonesia. Keputusan ini juga didukung dan diterima oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang kemudian disahkan pada tanggal 28 Desember 1981.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerima gedung tersebut dari PT Asuransi Jiwasraya dengan penggantian uang anggaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. Dalam beberapa waktu, gedung ini dikelola lebih dulu oleh Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DKI Jakarta.
Lalu, pada tahun 1984, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. DR. Nugroho Notosusanto memberikan perintah kepada Direktur Permuseuman untuk segera merealisasi gedung bersejarah ini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Sampai akhirnya pada 26 Maret 1987, gedung ini diberikan kepada Direktorat Permuseuman dan dijadikan Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Museum Perumusan Naskah Proklamasi memiliki empat ruangan. Ruangan pertama menjadi tempat peristiwa bersejarah pertama dalam persiapan Perumusan Naskah Proklamasi Indonesia.
Ruangan ini dijadikan sebagai ruang tamu sekaligus kantor oleh Maeda. Selain itu, di dalam ruangan ini juga akan dipaparkan suasana menjelang proklamasi, seperti proses pembentukan PPKI dan BPUPKI, bom Hiroshima-Nagasaki, dan lainnya.
Ruangan kedua menjadi tempat Soekarno-Hatta mengadakan rapat bersama di meja bundar dengan pengurus lain seperti B.M. Diah. Di ruangan ini juga naskah proklamasi yang asli ditulis tangan oleh Soekarno dengan judul “Proklamasi”.
Selain itu, di ruangan kedua ini juga akan diperlihatkan sewaktu Soekarno mengumandangkan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur. Ruang selanjutnya, terdapat sebuah piano yang menjadi tempat dimana Soekarno-Hatta menandatangani naskah proklamasi Indonesia.
Kejadian lain yang juga terjadi di ruang ketiga adalah Soekarno membacakan naskah proklamasi di depan rumahnya. Gambaran suasana pergolakan saat mempertahankan kemerdekaan juga akan ditampilkan di ruangan ini.
Baca Juga: Mengenang 121 Tahun Mohammad Hatta (III): Proklamasi tanpa Pesta, ke Pelaminan dengan Sederhana
Ruangan terakhir adalah ruang pameran benda-benda yang pernah dikenakan oleh para tokoh yang hadir saat perumusan naskah proklamasi. Benda-benda tersebut adalah jam tangan, pulpen, sampai pakaian. Di ruangan keempat ini juga Sayuti Melik dan BM Diah mengetikkan naskah proklamasi Indonesia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.