JAKARTA, KOMPAS.TV - Setara Institute buka suara menanggapi polemik yang terjadi di masyarakat terkait kritik yang disampaikan oleh akademisi Rocky Gerung kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Peneliti senior Setara Institute Ismail Hasani mengatakan bahwa kritik Rocky Gerung kepada Presiden Jokowi telah memantik 13 laporan kepolisian dan demonstrasi di beberapa tempat.
Namun, kata dia, substansi kritik yang disampaikan oleh Rocky Gerung tersebut mewakili aspirasi publik atas kebijakan negara di bawah kepemimpinan Jokowi.
Baca Juga: Bukan Penghinaan ke Jokowi, Bareskrim Polri Ternyata Usut Dugaan Rocky Gerung Sebarkan Berita Bohong
“Substansi kritik Rocky Gerung sesungguhnya mewakili aspirasi publik yang selama ini tersumbat atau disumbat,” kata Ismail melalui keterangan tertulisnya yang diterima Kompas TV di Jakarta pada Senin (7/8/2023).
Ismail menuturkan, tak bisa dipungkiri bahwa kritik yang disampaikan Rocky Gerung menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Bahkan, lanjut dia, bukan tak mungkin pernyataan Rocky Gerung tersebut sengaja dimainkan secara terbuka oleh sejumlah pihak.
Tujuannya, untuk mengambil keuntungan dengan menunjukkan prestasi semu pada patron politiknya, serta memetik insentif politik elektoral bagi pihak yang berkontes dalam pemilu.
Karenanya, Ismail menilai, setelah melihat dinamika yang terjadi di masyarakat dalam merespons pernyataan Rocky Gerung, kuat dugaan bahwa kasus ini merupakan sengaja dipelintir oleh pihak yang membenci Rocky Gerung.
Baca Juga: Cerita Rocky Gerung Dipersekusi PDIP di Yogyakarta: Padahal, Saya Sering Ngajar di Sekolah Megawati
Apalagi, kata dia, kemarahan dan keonaran yang terjadi saat ini nyatanya hanya ditunjukkan oleh kelompok relawan dan pegiat demonstrasi musiman.
“Sebagian besar masyarakat lebih berfokus pada substansi, sekalipun menyayangkan pilihan diksi Rocky Gerung (dalam menyampaikan kritik),” ujar dosen Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah ini.
Ismail menjelaskan pelintiran kebencian seperti yang terjadi dalam kasus Rocky Gerung, banyak digunakan oleh para “entrepreneur” politik untuk memobilisasi pendukungnya dan menyerang kelompok tertentu.
Karena itu, Ismail pun menilai bahwa Rocky Gerung saat ini telah menjadi korban pelintiran kebencian tersebut.
“Rocky Gerung hari ini menjadi korban pelintiran ini, setelah pernyataannya direspons secara berjarak dengan jeda waktu dari peristiwa dan orkestrasi structural,” ucapnya.
Baca Juga: Rocky Gerung Tolak IKN Dilanjutkan: Berbahaya Secara Diplomasi, Geopolitik, dan Kebudayaan
Sebelumnya, pernyataan kritik yang disampaikan Rocky Gerung menjadi perhatian publik karena dinilai menghina Presiden Jokowi.
Pernyataan itu disampaikan Rocky dalam orasinya di acara Konsolidasi Akbar Aliansi Aksi Sejuta Buruh bersama Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di Bekasi pada Sabtu (29/7/2023).
Dalam orasinya, Rocky Gerung awalnya menyinggung mengenai langkah Presiden Jokowi yang pergi ke China untuk menawarkan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Lalu, dalam orasi tersebut, dia menyebut juga sejumlah kata yang dianggap makian dan penghinaan terhadap Presiden.
Potongan video orasi Rocky Gerung yang mengatakan demikian lalu ramai dibagikan melalui media sosial hingga akhirnya viral.
Baca Juga: Jokowi Disebut Tak akan Polisikan Rocky Gerung, Mahfud MD: Itu Hal Remeh, Ngapain Dilaporin
Tidak hanya itu, video pernyataan Rocky Gerung juga ditayangkan kembali oleh Refly Harun dalam kanal YouTube miliknya.
Kelompok relawan Jokowi yang menamakan diri sebagai Barisan Rakyat Jokowi Presiden (Bara JP) akhirnya memutuskan melaporkan Rocky Gerung ke Bareskrim Polri pada Senin (31/7/2023) atas dugaan penghinaan kepada Presiden.
Namun, laporan tersebut ditolak karena kepolisian perlu memanggil Jokowi selaku pihak yang mengalami kerugian. Pihak kepolisian menilai pemanggilan terhadap Presiden Jokowi tidak mungkin dilakukan.
Setelah penolakan itu, kelompok relawan lanjut mengirimkan aduan masyarakat ke Polda Metro Jaya lewat laporan nomor LP/B/4459/VII/2023/POLDA METRO JAYA pada Senin (31/7/2023).
Rocky dilaporkan atas dugaan pelanggaran UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE). Laporan tersebut akhirnya diterima oleh Polda Metro Jaya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.