JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengungkapkan ada sebuah kode dalam kasus tindak pidana korupsi yang menjerat Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membeberkan kode tersebut adalah “dana komando” atau Dako. Menurut pria yang akrab disapa Alex itu, kode dana komando itu digunakan saat penyerahan uang suap kepada Henri Alfiandi.
Saat ini, KPK telah menetapkan Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat pendeteksi reruntuhan di Basarnas.
Baca Juga: Update OTT KPK soal Kasus Korupsi Pengadaan Alat Deteksi Reruntuhan di Basarnas, 10 Orang Diamankan
Alex mengatakan uang suap yang diterima Henri Alfianfdi tersebut diduga berasal dari sejumlah pihak swasta atau vendor yang mendapat proyek di Basarnas.
Namun, kata Alex, uang suap itu tidak langsung diserahkan kepada Henri Alfiadi. Melainkan, diserahkan melalui orang kepercayaannya, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto yang menjabat sebagai Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas.
“Kaitan teknis penyerahan uang dimaksud diistilahkan sebagai ‘Dako' (dana komando) untuk Henri ataupun melalui Afri,” kata Alex dalam konferensi persnya di Gedung KPK, Jakarta, pada Rabu (26/7/2023).
Alex menuturkan, sepanjang 2021 hingga 2023 mereka diduga menerima suap dari beberapa proyek di Basarnas dengan nilai mencapai Rp88,3 miliar.
Suap itu, kata dia, diberikan oleh berbagai pihak vendor yang ditetapkan sebagai pemenang lelang proyek di Basarnas.
Baca Juga: Kronologi OTT Pejabat Basarnas: Bawa Uang Hampir Rp1 Miliar, Transaksinya di Kawasan Mabes TNI
“Diduga Henri bersama dan melalui Afri diduga mendapatkan nilai suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp88,3 miliar,” ujar Alex.
Namun demikian, Alex tidak menyampaikan secara detail para pihak vendor yang diduga memberikan suap kepada Henri dan Afri.
Ia mengatakan KPK akan mengusut hal itu lebih lanjut bersama penyidik Pusat Polisi Militer (Puspom) Mabes TNI.
Sejauh ini, KPK baru mengungkapkan tiga vendor yang diduga memberi suap kepada Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto.
Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
Adapun modus ketiga vendor tersebut bisa mendapatkan proyek di Basarnas tahun 2023, yakni dengan mendekati secara personal hingga menemui langsung Henri Alfiandi dan Afri.
Baca Juga: Hasil OTT KPK, Kabasarnas Henri Alfiandi Ditetapkan Tersangka Suap Proyek Barang Jasa
“Diduga terjadi ‘deal’ pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak,” kata Alex.
Setelah tercapai kesepakatan, perusahan Gunawan dan Marilya dimenangkan sebagai pelaksana proyek pengadaan peralatan pendeteksi reruntuhan tahun anggaran 2023 dengan nilai kontrak proyek mencapai Rp9,9 miliar.
Gunawan sebagai komisaris kemudian memerintahkan Marilya untuk menyiapkan dan menyerahkan sejumlah uang yang angkanya mencapai ratusan juta.
“Sekitar Rp999,7 juta secara tunai di parkiran salah satu Bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap,” ujar Alex.
Sementara itu, pemberi suap bernama Roni yang memenangkan proyek pengadaan Public Safety Diving Equipment dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) menyerahkan uang Rp4,1 miliar. Sedangkan nilai proyek yang dia dapat mencapai Rp89,9 miliar.
Baca Juga: Pejabat Basarnas yang Kena OTT KPK Diduga Korupsi Pengadaan Alat Pendeteksi Korban Reruntuhan
“Roni menyerahkan uang sejumlah Rp4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank,” kata Alex.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.