Menurutnya belum dideklarasikannya Muhaimin sebagai pendamping Prabowo, karena Partai Gerindra masih mengulur waktu.
Baca Juga: Cak Imin Masuk 5 Besar Bakal Cawapres Ganjar, PKB: Kalau Digoda Mba Puan, Kita Pasti Meleleh
Baik untuk mencari pasangan lain, memberi kesempatan kepada Muhaimin meningkatkan elektabilitasnya agar bisa kompetitif dengan kandidat-kandidat bakal Cawapres lain maupun menunggu negosiasi ulang PKB untuk tidak diposisi cawapres.
"Buying time ini bukan berarti menolak PKB, Gerindra jelas mau PKB karena Pak Prabowo perlu dukungan terutama di basis NU. Jadi buying time ini luas bukan sekadar cari opsi di luar Muhaimin, tapi memberi kesempatan Gus Muhaimin meningkatkan keterpilihannya terutama sebagai cawapres," ujar Burhanuddin.
Burhanuddin menambahkan sinyal-sinyal dan peristiwa di tengah anggota koalisi menjadi tanda, kerja sama politik jelang Pilpres 2024 masih sangat jauh dari istilah koalisi idiologis.
Semua partai saat ini tergabung dalam koalisi lebih mencari kepentingan untuk mendapat kekuasaan.
Peluang berpindah ke lain hati ini juga tidak hanya terjadi di KKIR, partai yang masuk di koalisi lain juga bisa berpindah jika kadernya tidak terpilih sebagai kandidat capres atau cawapres.
Baca Juga: Ajak Prabowo dan Erick Thohir ke PT Pindad Malang, Begini Kata Jokowi!
Ia menilai koalisi yang saat ini terbangun masih sebatas kesepakatan dan belum sepenuhnya menjadi komitmen tetap, sebelum didaftarkan ke KPU.
"Jadi koalisi saat ini masih ke-perdata-an, ada tanda tangan antara Gerindra dengan PKB untuk membentuk KKIR. Ada tanda tangan tiga partai Nasdem, PKS, Demokrat membentuk piagam koalisi. Tapi sebelum di daftarkan ke KPU, itu tidak ada nilainya. Apapun bisa terjadi kalau misalnya tidak ada titik temu berkaitan penentuan capres dan cawapres," ujar Burhanuddin.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.