JAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) akan melaporkan pendiri firma hukum Integrity Denny Indrayana ke organisasi advokat yang menaunginya.
Laporan ini buntut dari unggahan Denny terkait informasi putusan uji materi UU Pemilu di MK.
Denny yang juga mantan Wamenkumham dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid II ini tidak keberatan dengan rencana MK tersebut.
Menurutnya langkah MK yang akan mengirimkan surat ke organisasi advokat Kongres Advokat Indonesia (KAI) merupakan pilihan yang menarik dan bijak, dibanding melaporkanya atas dugaan melakukan tindak pidana.
Jika jalur pidana dilakukan, maka MK sama saja menggunakan tangan paksa negara yang artinya tidak memberi ruang terhadap kebebasan berpendapat dan menyampaikan pikiran.
Baca Juga: MK Pastikan akan Laporkan Denny Indrayana ke Organisasi Advokat Pekan Depan
Di sisi lain, Denny menyatakan tindakan yang dilakukannya bisa saja dilihat bukan dalam kapasitasnya sebagai seorang advokat, melainkan sebagai akademisi.
"Apa yang saya lakukan sebenarnya adalah dalam peran saya selaku akademisi, guru besar hukum tata negara, yang menurut UU Guru dan Dosen wajib untuk memberikan informasi pembelajaran kepada masyarakat luas," ujar Denny.
Lebih lanjut Denny tidak sependapat dengan penilaian informasi yang didapat terkait putusan MK keliru.
Menurut Denny dalam menyampaikan informasi, dirinya tidak menyatakan bahwa murni putusan MK, melainkan MK akan memutuskan legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup.
Pernyataan bukan bertujuan membocorkan putusan MK atau rahasia negara, namun mengawal MK agar tetap mendengarkan aspirasi publik dalam memutuskan perkara.
Baca Juga: Pesan Mahfud MD untuk Denny Indrayana: Jaga Anies agar Dapat Tiket Pilpres 2024
Karena dalam survei Indikator Politik merekam 80 persen masyarkat dan delapan partai di DPR menghendaki Pemilu 2024 tetap diterapkannya sistem proporsional terbuka, atau mencoblos calon anggota DPR/DPRD bukan mencoblos partai politik.
"Mengatakan informasi keliru itu memastikan sudah ada putusan dan saya dapat bocoran ternyata bocoran saya salah. Saya tidak mengatakan dapat bocoran dan sudah ada putusan," ujar Denny.
Jadi kemungkinannya bukan tidak akurat informasinya tetapi memang ada perubahan, pergeseran sehingga berbeda informasi di akhir Mei dengan putusan 15 Juni," imbuhnya.
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
"Amar putusan, dalam provisi, menolak permohonan provisi para pemohon. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi tujuh Hakim Konstitusi lainnya saat membacakan amar Putusan Nomor 114/PUU-XX/2022, Kamis (15/6/2023).
Baca Juga: Mantan Hakim MK Pertanyakan Kredibilitas Informan Denny Indrayana soal Bocoran Putusan Sistem Pemilu
Permohonan pengujian UU Pemilu tersebut diajukan oleh Riyanto, Nono Marijono, Ibnu Rachman Jaya, Yuwono Pintadi, Demas Brian Wicaksono, dan Fahrurrozi.
Para Pemohon mengujikan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, dan Pasal 426 ayat (3) UU Pemilu terhadap UUD 1945.
Pasal-pasal yang diuji tersebut mengenai sistem proporsional dengan daftar terbuka.
Para Pemohon pada intinya mendalilkan pemilu yang diselenggarakan dengan sistem proporsional terbuka telah mendistorsi peran partai politik.
Dengan ditolaknya permohonan ini, maka Pemilu anggota DPR dan DPRD 2024 tetap menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.