JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Indonesia, Joko Widodo, hari Kamis, (15/6/2023) tampak berseri-seri saat mendapat pertanyaan soal pernyataan perdana menteri Belanda Mark Rutte di parlemen Belanda hari Rabu, (14/6/2023) yang menyatakan Belanda kini mengaku secara penuh dan tanpa syarat kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, bukan lagi pada penyerahan kedaulatan 27 Desember 1949.
Presiden Joko Widodo mengatakan pengakuan Belanda hal yang bagus, dan impact atau dampaknya akan kemana-mana, untuk itu dirinya akan berbicara dengan Menlu Retno, "Ya bagus tapi nanti kita lihat saya minta masukan dulu dari menlu karena impact nya kemana mana," kata Presiden Joko Widodo di Jakarta, hari Kamis, (15/6/2023).
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan akan segera menghubungi dengan rekannya di Indonesia, presiden Joko Widodo, untuk mencapai pemahaman bersama tentang pengakuan penuh dan tanpa syarat Kerajaan Belanda bahwa Hari Kemerdekaan Indonesia adalah 17 Agustus 1945, bukan lagi 27 Desember 2023, seperti laporan NOS Belanda, Kamis, (15/6/2023).
Namun juru bicara Perdana Menteri Rutte menyatakan, setelah perdebatan parlemen, pengakuan bahwa tanggal kemerdekaan Indonesia adalah 17 Agustus 1945 tidak berlaku untuk urusan hukum.
Juru bicara tersebut mengacu pada kontrak dan perjanjian yang dibuat oleh Belanda antara tahun 1945 dan 1949 terkait urusan di Indonesia. Hal itu tidak berubah, tegasnya. Menurutnya, PBB juga masih menggunakan versi tahun 1949 sebagai awal kemerdekaan Indonesia.
Menurut juru bicara tersebut, perbedaan ini tidak berhubungan dengan pertanyaan besar tentang apakah Belanda pada saat itu berperang selama empat tahun melawan negara yang merdeka, antara 1945 - 1949.
Mayoritas di Parlemen Belanda sepenuhnya mendukung "permintaan maaf mendalam" yang disampaikan oleh pemerintah Belanda kepada Indonesia atas kekerasan yang ekstrem selama perang kemerdekaan antara tahun 1945 dan 1949.
Baca Juga: Akui Penuh dan Tanpa Syarat Proklamasi 17 Agustus 1945, PM Belanda Segera Hubungi Presiden Indonesia
Namun, beberapa partai berpendapat masih ada "pemahaman yang salah" tentang peran sebagian besar tentara Belanda yang bertugas saat itu.
Hari Rabu (14/6/2023), Parlemen Belanda mendiskusikan laporan dari tiga lembaga penelitian terkemuka, termasuk NIOD, Institut untuk Studi Perang, Holokaus, dan Genosida.
Belanda hari Rabu, (14/6/2023) secara resmi mengakui "sepenuhnya dan tanpa syarat" bahwa Indonesia merdeka dari Belanda pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal itu disampaikan oleh Perdana Menteri Mark Rutte di Parlemen Belanda, seperti laporan media NOS Belanda hari Kamis (15/6/2023).
Pada tanggal 17 Agustus 1945 setelah Jepang menyerah, Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tetapi Belanda tidak pernah secara resmi mengakui momen tersebut, hanya mengakui 27 Desember 1949 sebagai hari penyerahan kedaulatan Belanda kepada Republik Indonesia.
Antara tahun 1945 dan 1949 Belanda mengobarkan perang untuk mendapatkan kembali wilayah jajahan di Hindia Belanda yang saat itu sudah merdeka menjadi Republik Indonesia. Akhirnya, di bawah tekanan terutama dari Amerika Serikat, Belanda harus mundur.
Hari Rabu (14/6/2023), Parlemen Belanda mendiskusikan laporan dari tiga lembaga penelitian terkemuka, termasuk NIOD, Institut untuk Studi Perang, Holokaus, dan Genosida. Laporan-laporan tersebut menyimpulkan pihak Belanda melakukan "kekerasan sistematis dan berlebihan" selama proses dekolonisasi. Desa-desa dibakar, rakyat mengalami penyiksaan, dan dieksekusi mati tanpa proses pengadilan.
"Belanda ingin berkomitmen pada hak asasi manusia di seluruh dunia. Hal ini hanya mungkin dipercaya jika kita mengakui pelanggaran yang dilakukan oleh kita sendiri," kata anggota parlemen dari partai D66, Sjoerd Sjoerdsma. Seperti partai lainnya, ia menekankan sebagian besar tentara Belanda tidak disalahkan.
Baca Juga: Belanda Resmi Akui 17 Agustus 1945 sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia!
Namun, beberapa partai sayap kanan dalam debat tersebut mengungkapkan perasaan dari organisasi veteran yang menuduh para peneliti bersikap sepihak setelah laporan tersebut dirilis.
PVV, JA21, Forum voor Democratie, Groep Van Haga, dan BBB berpendapat veteran Hindia Belanda tidak pantas ditempatkan sebagai terdakwa. "Menurut kami, mereka adalah pahlawan," kata Raymond de Roon dari PVV.
Sebaliknya, Partai seperti PvdA, GroenLinks, dan SP berpendapat pemerintah Belanda harus secara eksplisit mengakui, militer Belanda melakukan kejahatan perang. "Sejarah akan tercemar jika hal itu tidak dilakukan," kata Corinne Ellemeet dari GroenLinks.
Menurut pemerintah Belanda, hal itu tidak mungkin dilakukan karena istilah "kejahatan perang" baru secara hukum ditetapkan dalam perang domestik pada tahun 1949. Namun, pemerintah mengatakan kekerasan tersebut dapat dianggap sebagai kejahatan perang menurut definisi saat ini.
Partai D66 ingin agar pemerintah melakukan lebih banyak langkah untuk memberikan kompensasi kepada keluarga korban di pihak Indonesia. Menurut anggota parlemen Sjoerdsma, ada daftar 900 korban yang keluarganya harus mendapatkan keadilan.
Jeffry Pondaag, ketua Komite Kehormatan Utang Belanda, telah berdebat selama bertahun-tahun untuk pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia. “Belanda tidak berhak menduduki dan menjarah negara yang jaraknya 1800 kilometer. Tanah itu milik orang lain,” seperti laporan Het Parool hari Kamis, (15/6/2023).
Bagi Pondaag, tidak berhenti sampai di situ dan pengakuan juga harus memiliki konsekuensi hukum. “Belanda melakukan kejahatan perang selama perang kemerdekaan karena menyerang wilayah negara lain. Istilah Hindia Belanda juga harus dihilangkan dari semua buku. Dan uang 4,5 miliar gulden yang dibayarkan Indonesia kepada Belanda harus dikembalikan. Dengan bunga, jumlahnya mencapai 24 miliar euro.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.