"Demokrasi memberikan saluran kepada warga negara untuk berhubungan langsung dengan sumber kewenangan dan kekuasaan politik," ujat dia.
Menurut Fathul, MK juga harus mengantisipasi dan memperhatikan dampak besar terhadap perubahan sistem pemilu terbuka menjadi tertutup.
Sebab, seluruh proses yang telah dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak Juni 2022 sampai dengan Juni 2023 diselenggarakan dengan rujukan sistem pemilu terbuka.
Baca Juga: Hasto Luruskan Belum Ada Pembicaraan Kerja Sama Politik dengan Partai Demokrat untuk Pemilu 2024
"Perubahan atas sistem tersebut dikhawatirkan akan merobohkan seluruh proses yang telah dibangun KPU selama ini," ucap Fathul.
Oleh karena itu, Rektor UII bersama Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UII (HTN FH UII), dan Pusat Studi Hukum KonsFtusi FH UII (PSHK FH UII) mendesak MK untuk menolak Perkara Nomor 114/PUU/XX/2022 dan tetap mempertahankan sistem pemilu terbuka.
Fathul juga mendukung KPU untuk tetap fokus menyelenggarakan tahapan Pemilu 2024 agar tercipta pemilu yang berintegritas.
"Meminta parpol untuk melakukan pendidikan dan pembinaan kepada kadernya agar dapat menciptakan iklim politik yang sehat dan berkualitas," ujar Fathul.
Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Baca Juga: MK Sudah Buat Jadwal Sidang Putusan Uji Materi UU Pemilu, Bocoran Denny Indrayana Diuji
Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).
MK akan memutus sidang perkara gugatan Undang-Undang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka pada Kamis 15 Juni 2023.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.