JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menko Polhukam, Mahfud MD memperingatkan jangan ada pejabat pemerintah dan masyarakat termasuk para pengacara yang merintangi upaya pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sebab, aksi menghalang-halangi pengungkapan kasus merupakan bagian dari tindak pidana, sehingga para pelakunya dapat dijerat hukum.
“Buktinya, pengacara Setnov (Setya Novanto) itu tidak mencuri apa-apa. (Dia) hanya mengatakan Setnov tidak boleh diperiksa. Setnov itu tidak salah, malah dibilang sakit, dibilang apa. (Akhirnya) dia malah ditangkap dan dia kena hukuman 7 tahun penjara,” kata Mahfud dalam jumpa persnya pada Kamis (8/6/2023).
Baca Juga: Mahfud MD Ancam Obligor BLBI Sanksi jika Tak Segera Bayar Utang ke Negara: Kami Sudah Siapkan Denda
Mahfud yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Pengarah Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU), menjelaskan tindakan pencucian uang merupakan kejahatan luar biasa karena menggerogoti uang negara.
“Coba bayangkan kasus Rafael Alun yang dipicu oleh penganiayaan anaknya terhadap orang lain lalu dipertanyakan hartanya katanya Rp56 miliar, sesudah itu ditemukan Rp500 miliar,” ujar Mahfud.
“Nah 2-3 hari ini selalu muncul lagi berita baru dari KPK, dirampas lagi harta Rafael Alun yang diduga dari pencucian di Jawa Tengah, lalu besok ada lagi bertambah lagi. Itulah pencucian uang, disita.”
Lebih lanjut, Mahfud mencontohkan kasus pencucian uang lainnya. Salah satunya yang dilakukan oleh Gubernur Papua Lukas Enembe.
“Lukas Enembe, banyak yang sudah disita. Semula dia dijadikan terdakwa dengan dugaan menerima suap Rp1 miliar,” tutur Mahfud.
Baca Juga: Update Kasus Transaksi Mencurigakan Rp189 T di Kemenkeu, Mahfud: Kemungkinan Ada Tindak Pidana
“Lalu ramai semua, sekarang puluhan miliar yang disita, karena yang Rp1 miliar hanya pemancing. Bahkan orang yang akan menghalangi penyidikan juga sekarang jadi tersangka.”
Dari kasus-kasus pengungkapan TPPU itu, Mahfud pun kembali mengingatkan para pejabat pemerintah dan pengacara jangan mencoba menghalangi-halangi pengungkapan kasus.
“Kalau menghalangi bisa dianggap melakukan korupsi yang sama,” kata dia.
Sementara itu, Tenaga Ahli Satgas TPPU Faisal Basri sepakat dengan pernyataan Mahfud. Dia meminta masyarakat untuk mendukung dan ikut mengawal kerja Satgas TPPU.
“Jangan ada satu kekuatan mana pun main-main untuk menghambat atau bahkan mengusahakan kasus ini dibekukan,” ucap Faisal Basri.
“Kasus yang sedang ditangani kejaksaan dibekukan, ditangani KPK dibekukan, khusus untuk emas ini ya. Mohon dukungan masyarakat semua.”
Baca Juga: PPATK Endus Aliran Dana Rp1 Triliun dalam Bisnis Impor Baju Bekas, Dicurigai Terkait Pencucian Uang
Dia mengatakan Satgas TPPU bersama masyarakat melawan upaya-upaya yang berusaha menghambat dan menghentikan pengungkapan kasus pencucian uang di Indonesia.
Adapun Satgas TPPU yang dibentuk oleh Menko Polhukam Mahfud MD, tengah mengusut dugaan transaksi mencurigakan yang bersumber dari 300 laporan PPATK.
Laporan itu yang telah diserahkan ke instansi-instansi di Kementerian Keuangan, dan aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan memiliki nilai total transaksi Rp349 triliun.
Dalam waktu sebulan setelah dibentuk, Satgas TPPU menetapkan 18 laporan sebagai prioritas diperiksa, karena nilainya yang signifikan mencapai 80 persen dari total transaksi atau Rp281,6 triliun.
Dari 18 laporan, 10 di antaranya telah diserahkan PPATK ke Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
Baca Juga: Terlibat Pencucian Uang, KPK Sita Mobil dan Rumah Milik Rafael Alun Trisambodo
Sementara itu, delapan laporan lainnya telah diserahkan PPATK ke kepolisian dan kejaksaan. Satgas TPPU, yang diperkuat oleh 12 tenaga ahli, memiliki masa kerja sampai 31 Desember 2023 untuk mengusut 300 laporan transaksi mencurigakan yang dikeluarkan PPATK.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.