JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Novel Baswedan, angkat bicara terkait sikap KPK yang tidak menahan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan dan bekas Komisaris PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto.
Diketahui, Hasbi dan Dadan merupakan tersangka dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Keduanya diperbolehkan pulang setelah diperiksa sebagai tersangka pada Rabu (24/5/2023).
Baca Juga: Novel Nilai Putusan MK soal Masa Jabatan Pimpinan KPK Bukan untuk Periode Firli Bahuri Cs
Menurut Novel Baswedan, tidak ditahannya kedua tersangka tersebut setelah menjalani pemeriksaan tidaklah lazim.
“Keputusan tersebut (tidak menahan Hasbi dan Dadan) memang tidak lazim,” kata Novel dikutip dari Kompas.com pada Kamis (25/5/2023).
Sebab, Novel mengaku mendapat informasi bahwa tim penyidik KPK yang menangani kasus tersebut sudah menyiapkan administrasi penahanan kedua tersangka Hasbi dan Dadan. Namun, penahanan tersebut batal dilaksanakan.
Menurut Novel, hal itu menunjukkan bahwa semua fakta obyektif dan subyektif untuk melakukan penahanan sebagaimana disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sudah dipertimbangkan.
“Tidak jadinya dilakukan penahanan karena pimpinan yang dikhawatirkan bila ada alasan konflik kepentingan atau digunakan untuk kepentingan yang justru melanggar etik di KPK,” ujar Novel.
Baca Juga: Risma Ceritakan Detik-detik KPK Geledah Kantor Kemensos, Mengaku Sama Sekali Tak Intervensi
Novel menambahkan, klaim Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron tidak relevan yang menyebut penyidik tidak memiliki alasan obyektif maupun subyektif soal kedua tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya.
Sebab, penyidik telah membuat administrasi penahanan untuk ditandatangani oleh pimpinan KPK.
“Semua alasan tersebut tidak ada isu lagi. Maka itu hal janggal dan aneh,” ujar Novel.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, pihaknya tidak menahan Hasbi dan Dadan karena tidak khawatir mereka akan menghilangkan barang bukti.
Ghufron mengatakan, penahanan merupakan wewenang penyidik dan dilakukan jika terdapat kekhawatiran tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya kembali.
“Jika terhadap tersangka tidak ada kekhawatiran tiga hal tersebut penyidik tidak akan melakukan penahanan,” kata Ghufron.
Baca Juga: TOK! MK Putuskan Kepemimpinan KPK Jadi 5 Tahun
Nama Hasbi Hasan dan Dadan Tri Yudianto muncul beberapa kali dalam persidangan kasus dugaan jual beli perkara di Mahkamah Agung.
Sedianya, mereka diperiksa sebagai tersangka pada Rabu (17/5/2023), tetapi mereka meminta penjadwalan ulang.
Salah satu terdakwa penyuap hakim agung, Theodorus Yosep Parera mengungkapkan, jalur lobi pengurusan perkara di MA tidak hanya dilakukan lewat bawah.
“Lobinya adalah melalui Dadan. Itu langsung dari klien saya, Dadan, dan Pak Hasbi,” ujar Yosep dalam sidang yang digelar di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Bandung, Rabu (22/2/2023).
Sementara itu, dalam dakwaan disebutkan bahwa Tanaka mentransfer uang Rp 11,2 miliar kepada Dadan terkait pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Baca Juga: Penjelasan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono soal Kedatangan di KPK
Dalam pengurusan perkara di MA ini, KPK telah menetapkan 17 orang tersangka. Sebanyak dua di antaranya merupakan Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.