Alasan kedua peningkatan elektabilitas Prabowo adalah ia mendapatkan limpahan suara dari orang-orang yang sebelumnya mendukung Ganjar Pranowo.
“Mengapa ke Prabowo, bukan Anies? Karena memang positioning dan karakter Prabowo dilihat lebih nassionalis dibanding Pak Anies.”
Alasan ketiga adalah pengalaman Prabowo di pemerintaan, Adjie menyebut bahwa pada Pilpres 214 dan 2019 memang selalu ada isu bahwa Prabowo adalah tokoh yang kuat secara gagasan dan visioner, tapi ia lemah dari sisi teknis, tidak punya pengalaman di pemerintahan.
Namun, setelah Prabowo masuk dalam kabinet pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), memperkuat image Prabowo.
“Dia tidak dianggap lagi sebagai orang yang lemah dari sisi mengelola pemerintahan,” kata Adjie.
“Keempat, Prabowo dilihat sebagai tokoh sentral yang bisa diterima oleh berbagai spektrum politik. Saat ini memang Pak Prabowo ada kecenderungan untuk bergerak ke tengah, posisinya lebih ke tengah.”
Baca Juga: Kala Erick Thohir Bicara soal Hubungannya dengan Politisi Ganjar, Anies, hingga Prabowo
Dalam survei tersebut, Prabowo Subianto meraih angka 33,9 persen, kemudian diikuti Ganjar Pranowo di angka 31,9 persen, dan Anies Baswedan di angka 20,8 persen.
“Ada sekitar 13,4 persen yang belum menentukan pilihan atau tidak tahu, tidak jawab,” tuturnya.
Ia menambahkan, jika diikuti oleh tiga capres, dengan situasi elektabilitas seperti ini, maka kemungkinan Pilpres 2024 akan diadakan dalam dua putaran, karena tidak ada satu pun capres yang mencapai angka di atas 50 persen.
Secara logika, jika angka 13,4 persen dari jumlah responden yang tidak memilih didistribusikan ke tiga calon secara normal maupun tidak normal, kata dia, tidak mungkin ada capres yang memenuhi di atas 50 persen.
“Kalau kemudian terjadi dua putaran, setiap capres harus mencapai angka yang kita sebut the magic number, atau ambang batas minimal untuk lolos ke putaran kedua.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.