JAKARTA, KOMPAS.TV - Permasalahan hukum Menkominfo Johnny Gerard Plate dinilai tidak terlepas dari unsur politik.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid menjelaskan ada beberapa faktor yang bisa menguatkan argumen tersebut.
Pertama fenomena ini sudah menjadi sebuah kajian yang dilakukan oleh Thomas Power mengenai penurunan demokrasi di pemerintahan Jokowi menjelang Pilpres 2019.
Dalam jurnal Jokowi’s Authoritarian Turn and Indonesia’s Democratic Decline (2018), Thomas Power menjelaskan ada upaya menebalkan kekuasan eksekutif di pemerintahan Jokowi dengan cara memanipulasi lembaga penegak hukum, semisal Kejakasaan, Kepolisian hingga KPK untuk tujuan sempit dan partisan.
Baca Juga: Tepis Isu Politik, Kejagung Ungkap Awal Penyelidikan Hingga Kerugian Proyek Menara BTS 4G
Di kasus kejaksaan, sambung Usman, paling banyak disoroti oleh Thomas Power, lantaran proses hukum ditujukan ke sejumlah tokoh politik yang beroposisi.
Misal Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo atau mantan Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi.
"Ketika proses hukum berhenti kita tahu mereka yang semula menjadi target proses hukum sudah berubah haluan mendukung pemerintahan," ujar Usman di program Satu Meja The Forum KOMPAS TV, Rabu (17/5/2023).
Usman menilai dalam banyak catatan, yang diteliti Thomas Power ada benarnya karena ia juga membandingkan proses penuntutan oleh Kejaksaan dan KPK di masa pemerintahan Jokowi dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Baca Juga: Indeks Demokrasi Indonesia Merosot Tajam - SATU MEJA THE FORUM (Bag 3)
Di masa pemerintahan Jokowi terasa sekali aparat penegak hukum seperti Kepolisian dalam kasus pemidanaan aktivis, kemudian kejaksaan dalam kasus proses hukum terhadap tokoh politik kental dengan nuansa politik.
"Pertanyaannya apakah itu kelanjutan dari apa yang pernah terjadi di masa sebelumnya," ujar Usman.
Faktor kedua yakni kekecewaan di lingkaran politik, misalnya dari PDIP atas langkah dari Jaksa Agung M Prasetyo yang merupakan kader Nasdem.
Hal ini membuat pemerintahan kedua Jokowi menempatkan orang yang dipandang mendukung PDIP atau bagian dari lingkaran terdekat PDIP. Diketahui Jaksa Agung ST ST Burhanuddin adalah adik politikus PDIP Tubagus Hasanuddin.
Baca Juga: AHY Soroti Masalah Demokrasi di Indonesia, Singgung Politik Uang hingga Takut Bersuara
"Itu dianggap faktor-faktor yang membuat proses hukumnya tidak murni yuridis melainkan mengandung unsur-unsur politis," ujar Usman.
"Jadi secara yuridis bukti-bukti hukumnya ada, dan tidak terbantahkan, tapi secara politis juga sulit untuk dimungkiri. Tentu hanya waktu yang nanti menentukan," imbuhnya.
Johnny G Plate ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung usai menjalani pemeriksaan ketiga terkait kasus dugaan korupsi penyediaan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Bakti Kementerian Kominfo tahun 2020-2022, Rabu (17/5/2023).
Usai ditetapkan tersangka, Sekjen Partai Nasdem itu langsung ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung selama 20 hari pertama terhitung, Rabu (17/5/2023).
Baca Juga: Kata Surya Paloh Soal Intervensi Politik Terkait Penetapan Tersangka Johnny G Plate
Sebelum Johnny Kejagung sudah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus tersebut. Mereka yakni Direktur Utama (Dirut) Bakti Kominfo Anang Achmad Latif (AAL).
Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali (MA), Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan (IH).
Kemudian Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galubang Menak (GMS), dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020 Yohan Suryanto (YS).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.