Pertama, tersangka atau terdakwa meninggal, melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui keberadaannya.
Kedua, terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Ketiga, perkara pidananya tidak dapat disidangkan.
Keempat, terdakwa telah diputus bersalah oleh pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan di kemudian hari diketahui terdapat aset tindak pidana yang belum dirampas.
Pasal 16 ayat ayat (1) draf RUU Perampasan Aset menyebut aset tindak pidana yang akan disita di luar negeri, permintaan pemblokiran atau penyitaan diajukan ke lembaga berwenang di negara tersebut.
Baca Juga: Survei Litbang Kompas: 8 dari 10 Orang Dukung RUU Perampasan Aset, Tunggu Gebrakan Jokowi dan Mahfud
Di ayat (2) disebutkan, jika permintaan pemblokiran atau penyitaan ditolak, penyidik dapat memblokir atau menyita aset yang ada di Indonesia sebagai pengganti yang nilainya setara.
Potensi penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power dalam pengelolaan aset di RUU Perampasan Aset ini mendapat perhatian jika dilakukan oleh satu lembaga.
Dalam draf yang didapat KOMPAS TV, di Pasal 50 dijelaskan, pengelolaan aset dilaksanakan oleh Jaksa Agung berdasarkan asas profesional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi dan akuntabilitas.
Baca Juga: Adanya Upaya Sembunyikan Aset Hasil Gratifikasi, Rafael Alun Ditetapkan Jadi Tersangka TPPU!
Di draf juga tertera catatan bahwa pengelolaan aset oleh Jaksa Agung sudah dilaporkan ke Kemenkopolhukam karena pelaksanaan pengelolaan aset oleh Jaksa Agung sudah diatur dalam Pasal 51 draf RUU Perampasan Aset.
Pasal 51 ayat (2) menyebut tugas pengelolaan aset meliputi penyimpanan aset tindak pidana, pengamanan, pemeliharaan, pemindahtanganan, penggunaan, pemanfaatan hingga pengembalian aset tindak pidana.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.