JAKARTA, KOMPAS.TV - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibuslaw Kesehatan atau RUU Kesehatan yang masuk program legislasi nasional (Prolegnas) DPR RI tahun 2023.
IDI menilai RUU itu dianggap berpotensi mengkriminalisasi dan melemahkan profesi dokter dalam UU profesi medis yang sudah ada.
IDI bersama Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) mengelar demo menolak RUU Kesehatan di silang Monas, Senin (8/5/2023).
Juru Bicara IDI dr Beni Satria menjelaskan fokus IDI menolak RUU Kesehatan ini untuk perlindungan hak masyarakat dan peran organisasi profesi yang dihilangkan dalam RUU tersebut.
Baca Juga: Demo Tolak RUU Kesehatan, Massa Nakes Ancam Mogok Nasional!
Beni menyatakan, dalam RUU Kesehatan terdapat ancaman pidana yang membuat kekhawatiran tenaga kesehatan (nakes) dan dokter dalam menangani pasien.
Apalagi dalam konsiderans dan penjelasan mengenai kesalahan dan kelalainan yang berujung pemidanaan terhadap Nakes dan dokter tidak dijabarkan secara rinci.
"Terkait dengan kesalahan dan kelalaian tidak jelas dijabarkan dalam konsiderans definisi apa yang disebut kesalahan dan kelalaian, tentu akan menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran akan diancam pasal pidana sampai maksimal 10 tahun dalam keadaan darurat," ujar Beni di program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Selasa (9/5/2023).
Selain pemidanaan, kekhawatiran jika UU Omnibuslaw Kesehatan disahkan oleh DPR, maka akan menghapus UU profesi medis yang sudah ada.
Baca Juga: Ribuan Tenaga Medis dan Nakes Unjuk Rasa, DPR Sebut Akan Perbaiki Naskah RUU Kesehatan
Mulai dari UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
Kemudian UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, UU Nomor 4 tahun 2019 tentang Kebidanan serta UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
"Bagaimana profesi kesehatan yang sudah sangat baik diatur dalam UU yang ada kemudian dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," ujar Beni.
"Kami fokus perlindungan hak terhadap masyarakat serta peran profesi organisasi yang dihilangkan di RUU Kesehatan," sambung Beni.
Baca Juga: 6 Tuntutan Buruh di Aksi May Day 2023: Cabut Omnibuslaw hingga Pilih Presiden Pro Buruh!
Di kesempatan yang sama, Staf Ahli bidang Hukum Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Sundoyo menjelaskan kekhawatiran mengenai dihilangkannya organisasi profesi sebenarnya tidak perlu terjadi.
Sebab dalam UU 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan masih ada, dan organisasi kesehatan masuk dalam UU tersebut.
"Organisasi-organisasi profesi itu merupakan bagian dari atau salah satu dari Ormas," ujar Sandoyo.
Sandoyo menambankan jika nantinya RUU Kesehatan disahkan menjadi UU, maka akan ada diskusi yang merangkul organisasi profesi termasuk fakultas kedokteran untuk menyusun peraturan pelaksanaannya.
Baca Juga: Kemenkes: Vaksin Covid-19 Berbayar usai Status Kedaruratan Nasional Resmi Dicabut
Kemudian terkait dengan perlindungan nakes dan dokter dalam RUU Kesehatan ini lebih banyak dari UU sebelumnya.
Misal dalam UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran hanya ada tiga pasal yang menyangkut perlindungan kedokteran, sedangkan di RUU Omnibuslaw kesehatan cukup banyak merumuskan perlindungan hukum.
"Dalam penyusunan draf RUU ini juga sudah banyak mengundang partisipasi publik, paling tidak tidak kurang dari 24 kali pertemuan yang melibatkan kementerian dan lembaga terkait termasuk perkumpulan konsultan medis dan kesehatan dan ada pelibatan organisasi profesi di bidang kesehatan," ujar Sandoyo.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.