JAKARTA, KOMPAS.TV – Kritik yang disampaikan politikus senior Partai Golkar, Jusuf Kalla atau JK, terhadap Presiden Jokowi soal ikut campur dalam perpolitikan jelang Pilpres 2024, dinilai dapat menguntungkan parpol-parpol pengusung Anies Baswedan.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam Kompas Petang Kompas TV, Senin (8/5/2023).
“Tentu saja ada (keuntungan untuk parpol-parpol pendukung Anies), karena bagaimana pun juga approval Pak Jokowi sedang tinggi-tingginya sekarang,” tuturnya.
“Lembaga Survei Indonesia merekam 82 persen, dan lembaga saya 78 persen, dan kita menemukan suatu pola bahwa ketika approval rating presiden naik, yang tertekan adalah elektabilitas Anies,” imbuhnya.
Ia kemudian mencontohkan elektabilitas Anies yang menyalip elektabilitas Prabowo Subianto pada November 2022. Menurutnya, saat itu approval Jokowi turun enam poin.
“Jadi, kalau misalnya popularitas Pak Jokowi turun, yang untung adalah Anies Baswedan, begitu pula sebaliknya.”
Baca Juga: Politikus PDIP Bandingkan Pertemuan Jokowi dan Ketua Umum Parpol di Istana dengan Pernikahan AHY
Tapi, lanjut Burhanuddin, dirinya tidak mau masuk dalam perdebatan normatif dan hal ini dilihat dari kepentingan politik praktis.
“Makanya saya menyarankan, lebih baik yang bicara adalah orang-orang yang nirpartisan, orang-orang yang kita sebut saja guru bangsa, yang mengingatkan Pak Jokowi bukan karena tidak suka, tapi karena sayang.”
“Tapi karena yang mengkritik dan kemudian menjadi headline media adalah Pak JK, ya jangan salahkan publik juga kalau kemudian melihat apa intensi Pak JK ketika menyampaikan kritikan tersebut,” urainya.
Burhanuddin mengakui ucapan JK tersebut sebenarnya merupakan masukan yang bagus, jika dilihat dari substansinya.
Sebab, lanjutnya, bagaimana pun juga masukan JK kan bagian dari saran normatif yang sebaiknya dilakukan oleh pemimpin nasional.
“Apalagi kita kan bukan seperti Amerika Serikat. Di Amerika Serikat biasa presiden incumbent kampanye langsung di 50 negara bagian buat penerusnya.”
Ia mencontohkan Barrack Obama yang berkampanye habis-habisan untuk Hillary Clinton saat istri mantan Presiden AS Bill Clinton itu bertarung melawan Donald Trump, meskipun akhirnya kalah.
“Tetapi dalam konteks di Indonesia, hal yang terang benderang seperti di Amerika itu dianggap kurang lumrah.”
“Cuma, ketika itu disampaikan oleh Pak JK, satu telunjuk menunjuk Pak Jokowi, empat yang lain menunjuk diri sendiri, karena bagaimana pun Pak JK juga sangat terlibat aktif waktu menjadi wapres mendukung salah satu pihak tertentu,” urainya.
Menurutnya, jika saran atau masukan itu disampaikan oleh JK, akan terkesan kurang kredibel. Pasalnya, pada 2017 lalu, JK berkampanye habis-habisan untuk Anies Baswedan dalam Pilgub DKI Jakarta.
“Kalau yang menyampaikan itu Boediono atau Try Soetrisno, nah itu baru punya kredibilitas karena dua mantan wapres ini tidak punya kepentingan politik apa pun.”
“Kalau Pak JK yang menyampaikan, orang bisa berpikir, ‘Jangan-jangan Pak JK mengritik itu karena Pak JK sedang mendukung Anies,’” imbuhnya.
Meski demikian, ia menegaskan secara substansi, hal yang disampaikan oleh JK itu benar. Tapi, menurutnya, sebaiknya disampaikan oleh pihak yang tidak punya kepentingan politik praktis.
“Secara substansi, masukan Pak JK benar. Sebaiknya pemimpin, apalagi yang sedang menjabat, itu tidak terlalu terlibat jauh.”
Menanggapi permyataan Burhanuddin yang menyebut partai-partai pengusung Anies Baswedan akan diuntungkan oleh ucapan JK, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera dengan tegas menyanggah.
“Nggak ada (keuntungan untuk parpol pendukung Anies), karena Pak JK itu sudah memposisikan diri sebagai negarawan,” kata dia dalam dialog yang sama.
“PKS malah belum datang ke Pak JK. Gus Muhaimin (Ketum PKB Muhaimin Iskandar) sudah datang, Pak Airlangga Hartarto (Ketum Partai Golkar) juga datang,” imbuhnya.
Saat ini, lanjut Mardani, posisi JK adalah tokoh yang ingin menjaga Jokowi sebagai rekan seperjuangannya dulu dalam Pemilu 2014.
Sebelumnya, Kompas.TV memberitakan, Wakil Presiden ke-10 dan 12 Republik Indonesia Jusuf Kalla atau JK menilai seharusnya Presiden Jokowi tidak usah terlalu melibatkan diri dalam urusan politik jelang Pilpres 2024.
Baca Juga: PKS Sebut Masukan JK untuk Jokowi Hal Bagus, PDIP: Menepuk Air di Dulang Tepercik Muka Sendiri
Kata JK, seharusnya Jokowi dapat meniru pendahulunya seperti Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Hal itu disampaikan JK di kediamannya di kawasan Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (6/5/2023).
Saat itu, dia menanggapi pertanyaan media soal tidak diundangnya Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh oleh Jokowi dalam pertemuan dengan enam ketua umum partai politik di Istana, beberapa waktu lalu. Padahal, NasDem saat ini masih berada di barisan pendukung pemerintah.
"Kalau pertemuan itu membicarakan, karena di Istana ya, membicarakan tentang pembangunan, itu boleh saja. Tapi kalau membicarakan pembangunan saja, mestinya NasDem diundang," ujar JK.
“Menurut saya, presiden itu seharusnya seperti Ibu Mega, SBY. Itu (ketika jabatan) akan berakhir, maka tidak terlalu jauh melibatkan diri dalam, suka atau tidak suka, dalam perpolitikan. Supaya lebih demokratis lah,” sambungnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.