JAKARTA, KOMPAS.TV - Nurhaida, ibunda Panji Apriyana korban perdagangan manusia ke Myanmar beberapa kali mendapat informasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang disiksa jika tidak mencapai target.
Panji adalah satu dari 20 WNI yang disekap di daerah Myawaddy, wilayah yang disebut dikuasai pemberontak di Myanmar.
Sebanyak 20 TKI tersebut dipekerjakan untuk melakukan penipuan secara daring investasi bodong atau online scamming.
Nurhaida menjelaskan dari informasi yang didapat putranya lebih banyak mendapat penyiksaan dibanding TKI yang lain.
Baca Juga: Persyaratan Mudah dan Proses Cepat buat WNI Terjebak dalam Sindikat Perdagangan Manusia ke Myanmar
Panji tiba di Thailand pada Minggu (23/10/2022). Kemudian di awal November Panji dikirim ke Myanmar dan diperkerjakan melakukan penipuan secara daring.
"Di awal Novemberi itu Panji sudah kena (penyiksaan) dilempar bangku sampai tangan dan kakinya berdarah-darah, karena 20 menit di kamar mandi. Keluar dari kamar mandi dia langsung dilempar bangku," ujar Nurhaida di program Rosi KOMPAS TV "Penyekapan TKI di Myanmar", Kamis (4/5/2023).
Nurhaida menjelaskan Panji bersama 19 TKI lainnya sudah tiga kali dijual ke perusahaan penipuan secara daring. Ketiga perusahaan tersebut masih satu gedung yang berlokasi di Myawaddy, Myanmar.
Menurut Nurhaida kebijakan di perusahaan ketiga ini tidak memiliki perikemanusiaan. Jika kedapatan mengantuk dalam waktu kerja 18 jam maka akan mendapatkan cambukan.
Baca Juga: Cerita Keluarga Korban Perdagangan Orang di Myanmar: Terakhir Komunikasi 23 April 2023
Para TKI yang tidak mencapai target juga bakal mendapatkan cambukan. Kebanyakan penyiksaan dilakukan di setiap hari Sabtu.
"Kami ini keluarga TKI yang disekap kalau setiap hari Sabtu itu kita ketakutan. Pasti dikasih kabar yang disiksa si ini. Setiap Sabtu, tapi hari-hari biasa juga ada penyiksaan," ujar Nurhaida.
Nurhaida menambahkan Panji dan 19 TKI lainnya diberi akses komunikasi menggunakan telepon setiap satu minggu sekali. Waktu komunikasi pun dibatasi hanya tiga jam.
Saat itu jugalah 20 TKI ini memberikan informasi ke keluarga di tanah air kondisi yang dirasakan di Myanmar.
Baca Juga: Diduga Jadi Korban Perdagangan Manusia, Pekerja Migran Asal Cikampek Ini Minta Pertolongan!
"Setelah komunikasi handphone diambil lagi sama perusahaan, bahkan sampai sekarang saat penyekapan ini sudah tidak diberi HP, sudah tidak bisa komunikasi lagi," ujar Nurhaida.
Di kesempatan yang sama Djoko Suprijanto, ayah Noviana Indah Susanti korban perdagangan manusia menjelaskan 20 TKI yang disekap di Myanmar bekerja untuk menawarkan investasi bodong.
Menurut Djoko, di sana tidak hanya mempekerjakan WNI, tapi juga warga negara asing. Untuk WNI mencari target masyarakat Indonesia. Sedangkan warga negara lain juga melakukan hal yang sama ke warga negara mereka.
Baca Juga: Presiden Jokowi Update Nasib 20 WNI di Myanmar: Kita Usaha Untuk Evakuasi Mereka!
Perusahaan tersebut sudah memiliki data siapa-siapa saja yang akan dihubungi untuk ditawarkan investasi bodong.
"Yang jadi mangsa orang-orang kita juga, mereka sudah punya profiling. Ternyata di sana ada orang Filipina yang dipekerjakan juga dan itu korbannya orang Filipina," ujar Djoko.
Senada dengan Djoko, Ema Ulfatul Hilmiah, istri M Afrilian yang juga menjadi korban perdagangan manusia menjelaskan sehari para TKI ini diminta untuk menghubungi 17 nomor telepon. Namun setiap bulan target yang harus dihubungi meningkat.
Menurut Ema di masa awal, TKI ini bekerja hanya untuk mencari nomor telepon. Mulai dari nomor telepon WNI hingga warga negara asing.
"Di awal itu kelompok gitu kerjanya ada yang cari kontak orang Amerika, Kanada dan orang Australia juga ada," ujar Ema.
"Suami saya itu ditawari kerja sebagai operator marketing. Suami saya bilang harus mencari investor dengan tawaran yang menggiurkan dan kalau dapat investor banyak dan besar nanti bisa pulang dan dapat bonus," ujar Ema.
Ema menjelaskan di satu bulan pertama suaminya dan 19 TKI lainnya tidak diberi tahu bahwa mereka sudah dijual.
Di bulan Januari 2023, para TKI ini baru diberitahu mereka sudah dijual oleh agen pencari tenaga kerja dengan pembayaran Rp60 juta per orang.
"Manager perusahaan menjelaskan Rp10 juta untuk agen, Rp10 juta untuk leader dan Rp40 juta untuk keluarga di Indonesia. Padahal kita keluarga di Indonesia tidak pernah mendapat uang itu," ujar Ema.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.