"Kami juga menerima kekerasan fisik, psikologis, di mana setiap hari itu kami sering banget dapat pelecehan verbal," lanjut dia.
Baca Juga: Ramai Bullying Dokter, Kemenkes Pernah Usulkan Pasal Anti-Perundungan Masuk RUU Kesehatan
Karena tak kuat dengan kultur PPDS tersebut, ia mengaku memutuskan untuk mengundurkan diri.
"Akhirnya saya memutuskan keluar PPDS karena kesehatan fisik dan mental saya terganggu, bahkan saya juga rutin konseling sama psikolog dan psikiater karena PTSD, gangguan depresi dan gangguan cemas," jelasnya.
Ia pun mengusulkan perubahan sistem pendidikan dokter spesialis kepada menteri yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Menteri BUMN pada 2019 itu. Menurut dia, sistem pendidikan dokter spesialis tidak perlu mengikuti sistem pendidikan militer.
"Jadi perlu ada perubahan, perbaikan sistem kedokteran, supaya lebih terbuka, transparan dan objektif, dan tidak ada diskriminasi antara junior dan senior, maupun diskriminasi suku, ras, agama, dan gender," jelasnya.
Ia mendesak pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), untuk membuat program antibullying di PPDS. Sebab, menurut dia, banyak calon dokter sepesialis yang memutuskan berhenti akibat tak kuat dengan praktik tersebut.
"Karena bullying ini juga menyebabkan banyak sekali residen yang tidak kuat dan drop-out," jelasnya.
Senada, dokter Alvin Saputra yang menjadi pemandu diskusi ini juga membenarkan peristiwa perundungan di PPDS.
"Itu memang benar adanya, Pak. Memang tidak bisa digeneralisasi, tapi memang ada beberapa yang masih terjadi seperti itu," kata dr. Alvin.
"Ini sudah menjadi budaya yang sudah mendarah daging dan dianggap biasa saja oleh seniornya," imbuhnya.
Baca Juga: Kemenkes Sebut Pasal Anti-Bullying Terhadap Dokter Diusulkan Masuk ke RUU Kesehatan
Menanggapi curhatan mantan dokter residen itu, Budi pun mengatakan persoalan dalam pendidikan kedokteran memang ramai diperbincangkan di dalam grup percakapan dokter.
"Program yang misalnya mengenai pendidikan kedokteran, itu ramai dibicarakan di semua WA group dokter, tapi sebenarnya ada 90 sampai 100 program lain yang tidak pernah saya lihat atau sangat kurang dibicarakan di WA group dokter," ungkap lulusan fisika nuklir Institut Teknologi Bandung ini.
Ia pun menjelaskan, RUU Kesehatan yang dirancang pemerintah saat ini bertujuan untuk memperkuat dan memperbaiki sistem kesehatan nasional.
Berkaca dari pandemi Covid-19, lanjut dia, negara-negara di seluruh dunia menyadari lemahnya sistem kesehatan nasional.
"Jadi nggak ada satu negara pun yg menyatakan bahwa negaranya sangat siap dan sangat bagus sistem kesehatan nasionalnya," ungkapnya.
Ia pun mengajak para dokter untuk tak hanya fokus pada beberapa hal, namun keseluruhan poin dalam reformasi sistem kesehatan nasional.
"Saya rasa teman-teman sebagai salah satu individu yang nantinya akan menjaga sistem kesehatan kita ke depan, teman-teman perlu juga memahami yang 90 sampai 100 program lain, bukan hanya 2 atau 5 yang ramai di WA group," jelasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.