JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi menyebut bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 bukan hanya kompetisi antarcalon presiden (capres) namun juga king maker.
King maker yang dimaksud oleh Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia ini ada tiga.
Dua orang merupakan ketua umum partai politik (Parpol), yakni Surya Paloh Ketum Parpol Nasdem dan Megawati Soekarnoputri Ketum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Sementara itu ada juga Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang bukan merupakan ketua umum parpol namun dinilai memiliki pengaruh yang kuat dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Ia beralasan, Surya Paloh telah memunculkan nama Anies Baswedan sebagai capres.
Sedangkan Megawati merupakan ketua dari partai terbesar yang memiliki kapabilitas untuk mencapreskan kadernya sendiri, yakni Ganjar Pranowo.
Selain dua Ketum parpol itu, Presiden Jokowi juga dikategorikan sebagai king-maker karena berperan penting dan dekat dengan tujuh parpol pendukung pemerintah.
"Dan kalau kita lihat peran Pak Jokowi selama jelang 2024 memang sangat krusial perannya terutama dalam menentukan peta 2024," ungkapnya di Kompas Petang, Kompas TV, Rabu (26/4/2023).
"Jadi bukan sekadar menjadi komandan koalisi dalam pengertian running di government, tapi juga sangat aktif untuk menentukan 2024," imbuhnya.
Baca Juga: Pengamat Politik Sebut Dukungan PPP ke Ganjar Pranowo Bukti Koalisi Indonesia Bersatu Rawan Goyah
Ia menilai, Jokowi juga berperan dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
"Pertanyaannya, apakah peran Pak Jokowi terutama di KIB dan KKIR itu satu suara dengan Ibu Mega sebagai king-maker berikutnya atau kah beda suara?" ujarnya.
Menurut doktor Ilmu Politik dari Australia National University itu, sejauh ini kepentingan Jokowi dengan Megawati masih tampak tarik-ulur.
"Jadi satu sisi ada titik temu antara dua tokoh ini, tapi di sisi lain juga terlihat ada perbedaan," ujarnya.
Meski merupakan kader PDIP, Buhanuddin menilai, Jokowi juga presiden yang pada titik tertentu punya kepentingan subjektif yang berbeda dari kepentingan Megawati.
"Tapi pada saat yang sama kadang juga sama, jadi lagi-lagi sangat tergantung," imbuhnya.
Ia menduga, kepentingan Jokowi dan Megawati akan sama di titik untuk melanjutkan warisan (legacy) pemerintahan Jokowi dan menekan munculnya capres dari oposisi, yakni Anies Baswedan.
"Saya menduga, pada ujungnya keduanya itu bertemu pada kepentingan untuk melanjutkan legacy Presiden Jokowi dan meminimalisir munculnya capres yang dianggap sebagai antitesa Presiden Jokowi," jelasnya.
Baca Juga: Ini 6 Alasan dan Pertimbangan PPP Usung Ganjar Pranowo sebagai Bakal Calon Presiden di Pilpres 2024
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.