JAKARTA, KOMPAS.TV - Kepala Pusat Penerangan atau Kapuspen TNI Laksda Julius Widjojono menjawab kritik yang disampaikan sejumlah pihak terkait langkah Panglima TNI Laksamana Yudo Margono yang memutuskan menerapkan siaga tempur di Papua.
Diketahui, operasi siaga tempur diterapkan buntut peristiwa penyerangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang menewaskan empat prajurit TNI Angkatan Darat, salah satunya Pratu Miftachul Arifin.
Baca Juga: Soal Siaga Tempur TNI di Papua, Pengamat: Pasukan Jangan Ragu Lepas Tembakan jika Ada Serangan KKB
Terkait hal itu, Laksda Julius meminta masyarakat tidak perlu khawatir dengan operasi siaga tempur yang diterapkan TNI di sejumlah daerah rawan di Papua.
Sebab, kata dia, operasi siaga tempur itu sudah tersusun dengan rapi. Ia memastikan operasi siaga tempur TNI tidak akan melebar ke mana-mana.
"Tidak usah khawatir dengan istilah siaga tempur, karena itu memang sudah tersusun, tidak ngawur, tidak melebar ke mana-mana, ya di situ," kata Julius di Mabes TNI, Jakarta, Jumat (21/4/2023).
Menurut Julius, keputusan TNI menerapkan operasi siaga tempur perlu diambil karena penanganan masalah di Papua itu, berdasarkan pengalaman selama lebih dari 50 tahun, dinilai belum berhasil.
"Kata kuncinya dari 50 tahun. Zamannya Pak Soeharto tidak berhasil, kurang keras seperti apa?" ujarnya.
Julius menambahkan, operasi siaga tempur perlu dilakukan karena aksi KKB atau kelompok separatis teroris (KST) di Tanah Papua semakin agresif.
Baca Juga: Detik-Detik TNI Diserang KKB saat Hendak Bebaskan Pilot Susi Air, Pasukan Diadang dan Ditembaki
Mereka kerap mengancam keselamatan masyarakat, prajurit, juga kedaulatan Nevara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI.
"Siaga tempur dilakukan hanya di daerah-daerah rawan, daerah yang ditandai sebagai pusat-pusat operasi mereka," ujar Julius.
"Adapun secara fisik, kekuatan alutsista dan persenjataan tidak ada perubahan."
Sementara itu, Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono sebelumnya mengumumkan penerapan operasi siaga tempur di daerah-daerah rawan di Papua.
Operasi itu diterapkan terkait penyerangan oleh KKB terhadap pasukan TNI yang sedang menyisir lokasi di Mugi-man, Nduga, pada Minggu (15/4), guna mencari pilot Susi Air Phillips Mehrtens.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak TNI untuk membatalkan operasi siaga tempur di Papua.
Ketua Centra Initiative, Al Araf, dari perwakilan koalisi itu mengungkapkan alasannya mendesak agar operasi tersebut dibatalkan. Sebab, kebijakan itu hanya akan terus memproduksi kekerasan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.