JAKARTA, KOMPAS.TV - Hari ini, 21 April, diperingati sebagai hari lahir pahlawan nasional, pejuang emansipasi perempuan Raden Ajeng Kartini (21 April 1879-17 September 1904).
Dari interaksinya dengan berbagai kalangan, termasuk para pejabat kolonial Belanda, ada satu kisah pertemuan RA Kartini dengan seorang ulama yang cukup memberi kesan, yaitu dengan KH Saleh Darat.
Seorang ulama asal Semarang, Jawa Tengah, yang mendapat tantangan Kartini untuk menerjemahkan Al-Quran ke dalam Bahasa Jawa, yang kala itu masih dianggap tabu.
Tepatnya bernama Muhammad Saleh. Lahir di Kedung Cemplung, Jepara, 1820 dan meninggal di Semarang, 18 Desember 1903.
Kyai Saleh, adalah sosok ulama Nusantara yang memiliki banyak murid, selain Kartini, para murid itu kemudian menjadi para ulama, pemimpin pesantren dan ormas terbesar di Indonesia hingga saat ini.
Sebut saja KH Hasysim Asy’ari (pendiri NU) dan KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), KH Mahfuz (pendiri ponpes Termas Pacitan), KH Idris (pendiri ponpes Jamsaren, Solo).
Baca Juga: Terinspirasi Sosok Raden Ajeng Kartini, Klinik Kartini di AS Bantu Pulihkan Kesehatan Mental Anak
Dikutip dari Ensiklopedia Islam, Kyai Saleh adalah anak dari KH Umar, seorang ulama yang pernah bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro. Sebagai anak kyai, Saleh belajar banyak ilmu agama dari ayahnya dan orang-orang sekitarnya.
Ketika remaja dia belajar kepada KH Syahid (ulama besar di Waturoyo, Pati, Jawa Tengah), kemudian dibawa ayahnya belajar kepada beberapa kyai seperti KH Asnawi Saleh Kudus, KH Ishaq Damaran, dan KH Abu Abdillah Muhammad Hadi Banguni (mufti Semarang).
Setelah menamatkan pendidikannya di Semarang, dia diajak ayahnya ke Singapura kemudian ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji sekaligus memperdalam ilmu agama. Selama di Mekah inilah dia belajar bersama KH Muhammad Nawawi Banten (Syekh Nawawi al Bantani) dan KH Cholil Bangkalan.
Sepulang ke Semarang dia membuka pesantren di daerah Darat, yang terletak di pesisir Kota Semarang. Dari pesantren inilah dia mengembangkan dakwahnya, menulis buku dan berhubungan dengan banyak murid.
Salah satu muridnya, selain yang berasal dari ulama, juga dari ada bangsawan yaitu Raden Ajeng Kartini, tokoh perempuan. Ketika bertemu dengan Kartini inilah, Kyai Saleh menerima tantangan menerjemahkan quran ke dalam Bahasa Jawa.
Sebab kala itu, tidak ada kyai yang berani membuat terjemahan Al-Quran.
“Saya merasa perlu menyampaikan rasa terimakasih kepada romo kyai dan bersyukur yang sebesa-besarnya kepada Allah yang menerjemahkan surat al-fatihah ke dalam Bahasa Jawa sehingga mudah dipahami,” kata Kartini ketika mengikuti pengajian Saleh Darat di Pendopo Kesultanan Demak.
Lebih lanjut, Kartini menjelaskan, bahwa selama ini surat Al-Fatihah (surat pertama dalam Al-quran) tidak banyak dimengerti olehnya.
"Saya tidak mengerti sedikit pun akan maknanya. Tapi sejak hari ini ia menjadi terang benderang sampai kepada makna yang tersirat sekalipun, karena Romo Kyai menjelaskannya dalam Bahasa Jawa yang saya pahami," katanya.
Baca Juga: Kumpulan Kata-kata Inspiratif RA Kartini Untuk Perempuan Indonesia
Bahkan ketika Kartini menikah dengan R.M Joyodiningrat (bupati Rembang), Kyai Saleh memberikan hadiah pernikahan berupa kitab tafsir Faid-Rahman, tafsir quran Bahasa Jawa pertama di Nusantara menggunakan bahasa Jawa menggunakan huruf pegon.
Sejumlah karyanya juga banyak menjadi rujukan seperti Majmu’ah asy-Syariah al Kafiyah li al-Awwam (buku kumpulan syariat yang pantas bagi orang awam), Kitab al-Hikam (terjemahan dari kitab Al Hikam karya Ibnu Athailah As Sakandari) dan Kitab Asrar-as Salah (Buku tentang Rahasia salat).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.