"Kita gunakan hak angket. Hak angket itu adalah hak dewan. Pengusulnya bisa komisi, bisa gabungan anggota-anggota sekian banyak, lalu usulkan itu," kata Benny.
Namun, dia menyebut, hak angket DPR digunakan apabila tim gabungan atau satuan tugas (satgas) yang rencananya akan dibentuk Komite TPPU belum mampu membongkar transaksi janggal di Kemenkeu.
Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Rincian Transaksi Mencurigakan Rp349 T, Termasuk Jumlah Pegawai yang Dihukum
Ia menambahkan, hak angket DPR sebaiknya digunakan untuk LHP dengan nilai paling tinggi yakni transaksi agregat Rp189 triliun.
"Tapi mungkin tidak semua, khusus yang Rp189 triliun itu," ujarnya.
Selain itu, Anggota Komisi III DPR RI lainnya, Sarifuddin Sudding juga meminta pembentukan pansus untuk mengusut kasus transaksi janggal di Kemenkeu.
"Saya kira lebih tepat kalau diselesaikan lewat hak angket dengan membentuk pansus di DPR," katanya.
Menurut dia, pembentukan pansus di DPR menjadi lebih tepat daripada Komite TPPU membentuk tim gabungan atau satuan tugas (satgas) untuk mengusut kasus transaksi janggal di Kemenkeu.
"Saya kira tidak tepat, Pak (kalau bentuk) satgas. Masak persoalan dalam rumah akan diselesaikan oleh orang dalam rumah itu sendiri? Saya kira lebih tepat kalau diselesaikan lewat hak angket dengan membentuk pansus di DPR," kata Sarifuddin kepada Ketua Komite TPPU sekaligus Menko Polhukam Mahfud MD.
Baca Juga: Mahfud MD Ungkap 7 Hasil Rapat dengan Menkeu Sri Mulyani Soal Transaksi Mencurigakan Rp349 Triliun
Sebelumnya, Mahfud menyatakan, pihak Komite TPPU berencana membentuk Tim Gabungan atau Satgas yang melakukan supervisi untuk menindaklanjuti kasus transaksi janggal ratusan triliun itu.
"Tim Gabungan/Satgas akan melibatkan PPATK, Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Bareskrim Polri, Pidsus Kejagung, Bidang Pengawasan OJK, Badan Intelijen Negara, dan Kemenko Polhukam," tegas Mahfud pada kesempatan yang sama.
Sumber : Kompas TV/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.