“Warganya mungkin mendukung, tidak masalah, tapi ada kelompok-kelompok tertentu dari pihak-pihak lain memengaruhi masyarakat supaya jangan sampai dapat 60 dukungan,” kata Tito.
Selanjutnya adalah dukungan atau rekomendasi dari Kantor Kemenag setempat untuk memperoleh izin, termasuk izin mendirikan bangunan (IMB).
Rekomendasi dari Kantor Kemenag setempat, lanjut Tito, sangat tergantung dari kebijakan pemerintah daerahnya.
“Ini risiko kita memang dengan pilkada langsung. Dengan adanya Pj ini, gampang. Pj yang kira-kira nggak berani, nggak berani untuk menegakkan pluralisme, ya kita ganti,” ujarnya.
“Tapi kalau yang pilkada, kan dapat suara dari rakyatnya. Kalah, takut kalah, akhirnya pro kepada yang dianggapnya mayoritas. Tapi itu tidak melindungi konstitusi,” kata dia.
Selanjutnya, rekomendasi dari FKUB. Tito menyebut daerah-daerah yang FKUBnya aktif, biasanya jarang terjadi konflik keagamaan.
“Pengalaman kami waktu jadi Kapolri, beberapa kali menangani konflik, biasanya FKUB-FKUB yang aktif, memang dia ada program, pertemuan bulanan,” tuturnya.
FKUB yang rajin melaksanakan pertemuan, kata Tito, dapat memecahkan masalah sebelum pecah menjadi konflik.
“Kalau mereka rajin melakukan pertemuan, biasanya selesai masalahnya. Tapi yang jarang ketemu, ya responsif. Begitu dia pecah baru kemudian dikumpulkan. Kuncinya ada pada kepala daerah yaitu menganggarkan (dana). Coba kita cek ke daerah-daerah, ada yang menganggarkan ada yang tidak menganggarkan,” kata dia.
Oleh sebab itu, ia mewacanakan agar pemerintah menganggarkan dana untuk FKUB.
“Mungkin kami akan menekankan kembali, nanti Bapak Menko (Polhukam) kami laporkan, untuk FKUB agar dibiayai, dan mereka membuat program,” ujarnya.
Baca Juga: Biar Pemerintahan Jalan Kemendagri Tunjuk Wakil Muhammad Adil jadi Plt Bupati Meranti
Dalam kesempatan itu, Tito juga menyebut bahwa dirinya sudah sering menyampaikan, jika konflik agam pecah di suatu daerah, harga yang harus dibayar jauh lebih mahal daripada mengantisipasi.
“Saya sering menyampaikan, itu kalau sudah pecah, harganya mahal sekali. Kami dua tahun di Poso, perih melihatnya. Masyarakat Islam, kristen tidak pernah masalah sebelum tahun 1998, bahkan ada rumah yang satu Islam satu kristen, keluarganya. Tapi kemudian terbelah dan saling membunuh, korbannya ribuan. Ini cost nya sangat tinggi kalau sudah terjadi seperti itu. Padahal kalau dengan dirawat sebetulnya costnya lebih rendah,” tutur Tito.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.