Pengaruh eksternal ini nantinya bisa membuat koalisi besar berantakan, bahkan bisa layu sebelum berkembang.
Menurut Arya manufer eksternal ini sejatinya sudah terjadi di tengah koalisi KIB dan KIR, karena keduanya mulai beralih untuk bergabung setelah adanya wacana koalisi besar.
Padahal kedua koalisi tersebut sudah mendeklarasikan diri untuk berkerja sama di Pilpres mendatang.
"Persoalannya sejauh mana Pak Jokowi bisa memastikan kerentanan itu bisa diatasi dan Pak Jokowi bisa menjadi perekat dan jangkar yang mempertemukan banyak kepentingan di lima partai ini," ujar Arya.
Baca Juga: Tantangan Koalisi Besar: Setiap Ketum Parpol Punya Suara Tentukan Capres-Cawapres
Sebelumnya wacana koalisi besar ini berhembus setelah lima ketua umum partai politik bertemu di DPP PAN, Minggu (2/4) lalu.
Dalam pertemuan tersebut hadir Presiden Jokowi. Kemudian Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PAN Zulkifli Hasan dan Plt Ketum PPP Mardiono yang tergabung dalam KIB, serta Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar.
Presiden Jokowi mengapresiasi silaturahmi para ketua umum partai koalisi pemerintah. Dalam silaturahmi tersebut juga disepakati mengenai komitmen kebangsaan dan juga keberlanjutan pembangunan ke depan.
Namun Presiden tidak mengamini pertemuan tersebut awal dari koalisi partai untuk Pilpres 2024. Sebab hal tersebut sudah masuk ranah dari ketua umum partai masing-masing.
"Ya saya senang para ketua partai bisa bertemu, bisa silaturahmi dan ini atas undangan dari Ketua PAN Pak Zulkifli Hasan terhadap semua partai yang ada di pemerintah dalam rangka membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan komitmen kebangsaan dan juga keberlanjutan pembangunan ke depan. Arahnya ke sana," ujar Presiden Jokowi pada acara tersebut.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.