Bambang menuturkan bahwa kasus Kanjuruhan secara normatif sudah selesai di pengadilan yang memutuskan tidak ada yang salah terkait dengan hilangnya nyawa 135 penonton Arema.
Ia berpendapat tidak adanya aktor yang bertanggung jawab dalam Tragedi Kanjuruhan memunculkan asumsi, bahwa tidak ada yang bisa dimintai pertanggungjawaban bila ada masalah keamanan dalam pelaksanaan Piala Dunia U20 bila tetap digelar di Indonesia.
"Apalagi, hal ini juga ditunggangi dengan isu politik dan identitas keagamaan yang meningkatkan faktor risiko ancaman keamanan," ujarnya.
Bambang mengakui batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U20 menimbulkan kekecewaan dan kesedihan bagi pencinta sepak bola, pemain, dan semua pihak.
Baca Juga: Piala Dunia U20 Batal di Indonesia, Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan: Ada Hal Lain Belum Selesai
Namun, lanjut dia, kesedihan itu hendaknya tidak harus berlarut-larut karena tidak sebanding dengan kesedihan para orang tua, saudara, dan anak dari 135 suporter yang meninggal di Stadion Kanjuruhan.
"Tak sebanding pula dengan kekecewaan proses hukum yang tidak pernah menyeret pada siapa yang bertanggung jawab pada hilangnya nyawa korban," katanya.
Untuk itu, Bambang menyarankan, hendaknya pembatalan ini menjadi momentum untuk membangun tata kelola keamanan industri olahraga, khususnya sepak bola yang lebih profesional.
Caranya, kata dia, memisahkan campur tangan kepolisian yang menjadi regulator sekaligus operator pengamanan industri olahraga selama ini.
"Sudah waktunya pengamanan industri diserahkan kepada penyedia jasa pengamanan industri pula," kata Bambang.
Baca Juga: Ayah Hokky Caraka Ungkap sang Anak Pernah Tolak Tawaran Klub Luar Negeri demi Piala Dunia U20
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.