JAKARTA, KOMPAS.TV – Ketua Harian DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Sufmi Dasco Ahmad beberkan mekanisme pemilihan calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi Prabowo Subianto.
Penjelasan Dasco tersebut disampaikan menjawab pertanyaan tentang sikap Partai Gerindra terhadap wacana menduetkan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.
Menurut Dasco, jika berbicara tentang capres dan cawapres, pihaknya sudah ada kesepakatan dengan Partai Kebangkitan bangsa (PKB).
“Jadi begini, kalau kita ngomong soal presiden dan wakil presiden, ini kami kan sudah juga punya kesepakatan dengan PKB,” jelasnya di acara Satu meja The Forum, Kompas TV, Rabu (22/3/2023).
Dasco menyebut, Gerindra sudah menjalin kerja sama politik dengan PKB, yang saat itu sempat menggadang-gadang Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar sebagai bakal capres.
Baca Juga: Begini Jawab Hasto Soal Peluang Duet Ganjar dan Prabowo di Pilpres 2024
“Kita ada kerja sama politik, yang pada waktu itu juga Cak Imin adalah calon presiden dari PKB.”
“Lalu dalam kerja sama politik itu, presiden dan wakil presiden akan ditentukan oleh beliau-beliau ini, Pak Prabowo dan Pak Muhaimin,” lanjut Dasco.
Saat ini, kata Dasco, kerja sama politik dan kesepakatan tentang pemilihan capres cawapres tersebut masih berlaku dan belum berubah.
Meski demikian, Gerindra tetap terbuka untuk berkoalisi dengan partai politik lain selain PKB, baik melakukan penjajakan maupun dijajaki.”
“Ini kan namanya politik dinamis, tapi yang namanya perjanjian ataupun kesepakatan tertulis ini belum berubah juga sampai sekarang,” ulangnya.
“Jadi kalau ditanya sama kita, misalnya siapa presiden? Siapa wakil presiden? Atau kapan deklarasi? Silakan tanya kepada beliau berdua.”
Sebelumnya, dalam acara yang sama, narasumber lain, yakni Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi berpendapat, wacana menduetkan atau menggabungkan Prabowo dan Ganjar masih terlalu dini.
Ide atau wacana untuk memasangkan keduanya di Pilpres 2024 menurut Burhanuddin pertama kali muncul pada November 2022, saat hasil survei sejumlah lembaga menunjukkan bahwa elektabilitas mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melejit.
“Kalau menurut saya, terlalu dini untuk digabungkan (Prabowo-Ganjar),” tuturnya dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (22/3/2023).
“Nah, ide munculnya menggabungkan antara Ganjar dan pak Prabowo atau sebaliknya, Pak Prabowo dan Ganjar, itu munculnya Bulan November 2022, ketika surveinya Anies Baswedan itu melejit nomor dua dan mengancam Ganjar Pranowo di peringkat pertama.”
Namun, lanjut dia, belakangan ini hasil survei sejumlah lembaga, termasuk Indikator Politik Indonesia dan Litbang Kompas, menunjukkan bahwa elektabilitas Anies mengalami penurunan tajam.
Bahkan, kata dia, beberapa ahli menyebut elektabilitasnya kempes.
“Menunjukkan Anies Baswedan mengalami penurunan yang cukup tajam, bahkan beberapa ahli menyebutnya kempes.”
“Saat yang sama, Pak Prabowo naik, dan naiknya Pak Prabowo salah satunya adalah mulai mengalirnya pendukung Pak Jokowi ke Pak Prabowo Subianto,” ucapnya.
Baca Juga: Analis Bilang Wacana Menduetkan Prabowo dan Ganjar Muncul saat Elektabilitas Anies Baswedan Melejit
Jika hasil survei tetap menunjukkan bahwa elektabilitas Prabowo menguat dan Ganjar Pranowo juga masih stabil di peringkat pertama atau kedua, agenda menduetkan keduanya bakal jadi opsi terakhir.
“Ketika misalnya Anies Baswedan dianggap mengancam.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.