Kompas TV nasional hukum

Pakar Nilai Penggunaan Dana Ilegal dalam Pemilu Dapat Dicegah, tapi Tidak Ada Kemauan

Kompas.tv - 16 Maret 2023, 06:10 WIB
pakar-nilai-penggunaan-dana-ilegal-dalam-pemilu-dapat-dicegah-tapi-tidak-ada-kemauan
Yanti Gernasih dalam Satu Meja The Forum, Rabu (15/3/2023), menilai penggunaan dana ilegal pada pemilihan umum seharusnya bisa diatasi, hanya saja tidak terlihat adanya kemauan. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Pakar bidang Tindak Pidana Pencucian uang (TPPU) Yanti Gernasih, menilai penggunaan dana ilegal dalam pemilihan umum seharusnya bisa diatasi, hanya saja tidak terlihat adanya kemauan menanganinya.

Penjelasan Yenti Gernasih tersebut disampaikannya dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (15/3/2023), menjawab pertanyaan tentang apakah pola penggunaan dana ilegal dalam pemilu tidak bisa diatasi.

“Kalau mau diatasi bisa ya seharusnya, tapi enggak ada kemauan kelihatannya, karena terulang lagi,” tuturnya.

“Memang dalam undang-undang itu ada celah, bahwa pesta demokrasi inikan ada sumbangan partai dan sumbangan kampanye.”

Baca Juga: Pola Korupsi Hingga Pihak yang Bantu Rafael Alun Dikupas Tuntas Oleh Pakar Tindak Pencucian Uang!

Batasan besaran sumbangan maksimal, lanjut dia, adalah Rp2 miliar dari perorangan atau pribadi dan Rp7 miliar dari korporasi.

Tapi, dalam aturan itu tidak mengharuskan penjelasan tentang sumber dana yang disumbangkan.

“Harus dilihat sumbernya dari mana. Kemudian tidak ada audit keuangan partai, itu tidak jalan. Yang lalu itu tidak jalan, enggak tahu yang sekarang.”

Yanti juga menjelaskan bahwa pencucian uang merupakan hasil kejahatan yang digunakan sesuatu.

Yang paling bahaya adalah ketika hasil kejahatan digunakan untuk pesta demokrasi.

“Misalnya dari narkoba, judi online, terus kemudian nyumbang ke partai atau calon presiden, atau calon anggota DPR.”

“Nanti kalau dia jadi, jangan harap siapa yang jadi itu, yang disumbang dari narkoba, dari judi online itu, atau dari korupsi akan bikin aturan-aturan untuk penguatan pemberantasan korupsi, itu tidak akan,” urainya.

Pola mereka, kata Yenti, misalnya sumbangan sebesar Rp1 triliun, bukan berarti dari satu orang. Ia kemudian mencontohkan sumbangan sebesar Rp1 miliar yang penyumbangnya beralamat di gang yang tidak mungkin menyumbang sebesar itu.

“Itu dari gang yang tidak mungkin Rp1 miliar, tetapi keuangan partai maupun sistem yang ada tidak bisa mendeteksi itu.”

“Artinya apa? Ada yang enggak jalan. Jadi, kita itu nanti setelah ada pemerintahan yang baru, parlemen yang baru, kalau sampai itu didanai dari hasil kejahatan pencucian uang ini, ya sudah enggak ada yang bisa diharapkan,” paparnya.

Menurutnya, dalam kasus semacam itu bukan berarti sosok atau tokoh yang dicalonkan yang melakukan kejahatan.

Baca Juga: Mantan Ketua PPATK Beberkan Pola Dugaan TPPU Jelang Pemilu: Kredit Macet Meningkat, Bank Dibobol

Tapi, mereka menerima uang sumbangan dari hasil kejahatan.

“Mereka itu disumbang oleh para penjahat yang mengeluarkan, menyalurkan uang hasil kejahatannya, ini adalah posisi pencucian uangnya.”

“Ini bahaya sekali. Apa pun yang akan dicanangkan ke depan, tidak akan tercapai kecuali memang keinginan dari para penyumbang itu, sementara penyumbangnya adalah hasil kejahatan. Bandar narkoba misalnya,” lanjutnya.


 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x