Ia kemudian mencontohkan putusan inkracht yang tidak bisa dieksekusi. Misalnya, pengadilan memutuskan menghukum seseorang untuk menyerahkan sebidang tanah di sebuah lokasi pada orang lain.
Padahal, letak tanah yang dimaksud tidak berada di lokasi yang disebutkan dalam putusan, maka putusan tersebut inkracht tapi tidak bisa dieksekusi.
“Misalnya begini, ‘Dengan ini hakim memutuskan agar Saudara Budiman menyerahkan sebidang tanah nomor sekian sertifikatnya yang ada di Desa Trawas, supaya diserahkan kepada misalnya Butet’."
“Nah tanah yang di Desa Trawas dengan alamat jalan ini, nomor sertifikat sekian itu, ternyata tempatnya bukan di Trawas, ada di tempat lain, itu kan non-executable, karena disebut di Trawas. Kita bisa pakai logika itu nanti,” urainya.
Sebelumnya, diberitakan, majelis hakim PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima dengan tergugat KPU.
Baca Juga: Moeldoko Pastikan Jokowi Tak Intervensi Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu: Itu Urusan KPU
Dalam putusannya, hakim memerintahkan tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu sejak putusan dibacakan.
"Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari."
Humas PN Jakarta Pusat Zulkifil Atjo, menyebut, dalam bahasa putusan adalah menunda tahapan, bukan menunda pemilu seperti yang ramai diperbincangkan.
"Kami tak mengartikan seperti itu (penundaan pemilu)," kata Atjo, Kamis (2/3/2023) malam dilansir dari program Kompas TV Pagi, Jumat (3/3/2023).
Menurut Atjo, dia tidak bisa mengomentari putusan hakim tersebut dan mempersilakan media mengartikan sendiri.
"Jadi silakan rekan-rekan media mengartikan itu. Tapi bahasa putusan seperti itu ya, menunda tahapan," ucapnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.