“Nanti saya ceritain kalau saya dapat. Kalau ini saya ceritain dulu nanti dia ketawa, 'yaelah lu cuma segitu aja. Ilmu lu baru segitu’. Tapi saya pastiin itu canggih banget," ujar Pahala.
Lebih lanjut, Pahala menuturkan salah satu pola penyamaran harta kekayaan yang dilakukan mereka adalah dengan menggunakan modus nominee atau pinjam nama orang lain.
Ia menyebut, ketika seseorang membeli aset dengan meminjam nama orang lain, maka yang bersangkutan tidak bisa disalahkan.
Baca Juga: Polisi: Hukuman Mario Bisa Diperberat karena Pakai Pelat Nomor Palsu untuk Lakukan Kejahatan
Terutama, ketika aset tersebut tidak masuk dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) mereka. Padahal, kata dia, aset yang dibeli itu milik pejabat tersebut.
Selain itu, modus lainnya pembelian aset juga bisa dilakukan dengan menggunakan nama perusahaan (perseroan terbatas). Pelaporan dilakukan dengan mencantumkan nominal saham.
“Urusan PT berkembang transaksinya apa dan lain-lain, dia PT, saya enggak bisa lihat. Canggih enggak? Itu antara lain yang dipelajari, ntar kalau saya sudah makin paham jurusnya saya kasih tahu,” tutur Pahala.
Sebelumnya, masyarakat menyoroti harta kekayaan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo.
Hal itu terjadi setelah anaknya, Mario Dandy Satriyo, melakukan penganiayaan terhadap anak pengurus GP Ansor bernama David.
Baca Juga: Ada Relasi Kuasa, Shane Disebut Tetap Dekat dengan Mario meski Terkena Getah Turut Masuk Penjara
Mario diketahui kerap memamerkan gaya hidup mewah di media sosialnya. Perhatian publik kemudian merambat ke harta kekayaan orang tuanya yang ternyata adalah pejabat Ditjen Pajak.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.