Meski sudah terbiasa, ia menyebut macet ini imbas truk-truk batubara yang bergerak serentak pada malam hari, untuk mengangkut batubara dari tambang menuju pelabuhan Talang Duku, Kabupaten Muarojambi.
"Kami sopir ini punya jadwal ya, hari ini dan jam sekian misalnya kami harus sudah berangkat, kalau macet, tentu tidak ada lagi waktu istirahat di rumah," kata pria yang akrab disapa Wawan.
"Kalau uang jalan habis, mau tidak mau pakai uang sendiri. Itu artinya setoran bulanan untuk di rumah berkurang," ujarnya.
Baca Juga: Anggota DPRD DKI Minta Heru Budi Selesaikan Persoalan Kemacetan Jakarta
Sementara itu, Rendi, sopir batu bara mengakui kerap disalahkan imbas macet di tempat ini yang disebutnya sudah sering terjadi, tapi tak ada solusi.
Dia menyebut, aturan pemerintah untuk angkutan batu bara hanya boleh melintas pukul 18.00 WIB malam.
"Jumlah armada memang banyak, belasan ribu. Kalau batu bara boleh lewat siang, maka kamacetan tidak parah. Kemacetan ini karena ribuan truk batu bara serentak keluar dari tambang, jadi penuh lah jalan," kata Rendi.
Dia berharap, pemerintah menerapkan sistem kuota dan jadwal setiap angkutan batu bara. Sehingga waktu tempuh tidak memakan waktu 3-5 hari di jalanan. Ia juga mengaku tekor jika macet, dan merasa kasihan dengan masyarakat.
"Kami sedih melihat masyarakat selalu terjebak kemacetan. Ada orang sakit di ambulans sampai meninggal, anak susah mau sekolah," ujarnya
"Tapi kami (sopir batu bara) butuh makan, kami sudah lapor ke bos, tapi tetap tidak ada solusi. Mau tidak mau kami jalani, setiap hari macet," kata Rendi.
Terkait kemacetan ini, Rendi sudah melapor ke atasannya, tetapi sampai sekarang belum ada solusi baik dari perusahaan tambang batu bara maupun dari pemerintah.
Sumber : Kompas TV/kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.