Sebab itu, lanjut dia, sudah tidak perlu lagi ada semacam keraguan bahwa justice collaborator itu tidak clear, tidak jelas, dan tidak bisa dipakai di pengadilan.
Di samping itu, Todung juga menilai bahwa keseluruhan proses persidangan dari kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, memberikan harapan baru terkait hukum pidana di Indonesia.
"Bahwa keseluruhan proses persidangan, baik yang menyangkut Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan lain-lain termasuk Richard Eliezer, ini memberikan satu harapan baru di Indonesia ini," tegasnya.
"Betul memang masih ada proses banding, kasasi, mungkin juga peninjauan kembali, tapi proses persidangan yang kita saksikan selama ini dalam kasus Ferdy Sambo cs, memberikan kepercayaan, harapan, terhadap lembaga pengadilan di Indonesia yang selama ini dianggap tidak responsif terhadap keadilan."
Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menjatuhkan vonis kepada lima terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua.
Mereka adalah, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Ferdy Sambo telah dijatuhi hukuman mati oleh majelis hakim, kemudian istrinya Putri Candrawathi divonis pidana penjara selama 20 tahun penjara.
Sementara itu, Richard Eliezer divonis 1 tahun 6 bulan penjara, Ricky Rizal dengan vonis 13 penjara, dan Kuat Ma'ruf yang dijatuhi hukuman penjara selama 15 tahun.
Dari kelima terdakwa hanya Richard Eliezer yang divonis lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Baca Juga: Richard Eliezer Divonis Ringan, LPSK Harap Jaksa Tak Banding, Singgung Peran Justice Collaborator
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.