JAKARTA, KOMPAS.TV - Terdakwa Ferdy Sambo divonis mati dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Hakim menilai Ferdy Sambo terbukti secara sah melakukan perencanaan perampasan nyawa Brigadir J di rumah Jl Duren Tiga No 46.
Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dengan lantang membacakan vonis untuk Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
"Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama,” ucap Hakim Wahyu.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana mati.”
Dalam poin-poinnya, Hakim Wahyu sebelumnya mengatakan majelis hakim meyakini Ferdy Sambo turut serta menembak Brigadir J.
“Majelis hakim memperoleh keyakinan yang cukup bahwa terdakwa telah melakukan penembakan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan mengguna senjata api jenis Glock yang pada waktu itu dilakukan oleh terdakwa dengan memakai sarung tangan warna hitam,” ucap Hakim Wahyu.
Tidak hanya itu, hakim juga menilai Ferdy Sambo terbukti melakukan perencanaan pembunuhan Brigadir J.
Hal tersebut diperkuat dengan fakta persidangan, yaitu ada perintah dari Ferdy Sambo untuk melakukan penembakan terhadap Brigadir J di rumah Jl Duren Tiga No 46.
Baca Juga: Peluk Foto Brigadir J, Rosti Simanjuntak Hadiri Vonis Sidang Ferdy Sambo
Termasuk adanya pemberian uang dan handphone dari Ferdy Sambo kepada Kuat Maruf, Ricky Rizal, dan Richard Eliezer setelah Brigadir J tewas.
Putusan hakim menguatkan tuntutan penuntut umum kepada Ferdy Sambo yang dibacakan pada persidangan 17 Januari 2023.
“Menyatakan terdakwa Ferdy sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama melanggar pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” ucap jaksa.
“Dan menyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan yang berakibat terganggunya sistem elektronik menjadi tidak bekerja secara bersama-sama sebagaimana mestinya melanggar pasal 49 juncto pasal 33 undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sebagaimana dakwaan primer ke-1 dan dakwaan ke-2 pertama primer, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana seumur hidup.” tambah jaksa.
Baca Juga: Ayah Baiquni Tidak Takut Hadapi Kekuatan Ferdy Sambo: Saya Dipercaya Bawa Senjata untuk Bela Diri
Dalam tuntutannya, jaksa juga menekankan tidak ada pertimbangan yang meringankan bagi Ferdy Sambo.
Sementara untuk hal yang memberatkan, penuntut umum membeberkan enam hal antara lain mengakibatkan hilangnya nyawa korban Brigadir J, memberikan duka mendalam bagi keluarganya.
Kemudian Ferdy Sambo juga dianggap berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan. Perbuatan yang diakibatkannya juga dinilai penuntut umum menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang luas di masyarakat.
Tak hanya itu, penuntut umum mengatakan perbuatan Ferdy Sambo tidak pantas dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri.
Ferdy Sambo juga dianggap telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional. Termasuk telah menyebabkan banyaknya anggota Polri lainnya turut terlibat.
Tewasnya Brigadir J pada 8 Juli 2022 baru diungkap ke publik sebagai kasus tembak-menembak sesama anggota Polri pada 11 Juli 2022.
Baca Juga: Curahan Hati Ayah Baiquni Wibowo: Saya Sedih, Kariernya Tidak Sesuai Harapan Saya
Informasi dari Ferdy Sambo yang kemudian disampaikan Polri kepada publik bahwa Brigadir J tewas karena tembak-menembak dengan Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E).
Brigadir J disebut menembak Bharada E lebih dulu karena panik pelecehan seksual yang dilakukannya terhadap Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, ketahuan.
Tapi ternyata informasi tersebut bohong! Peristiwa tembak-menembak itu tidak ada dan hanya karangan Ferdy Sambo.
Kebohongan itu sekaligus membuka kebohongan Ferdy Sambo lainnya yang mengaku datang setelah Brigadir J tewas.
Sebab faktanya, Brigadir J masih hidup dan tengah berjalan di kebun saat Ferdy Sambo tiba dan masuk ke rumah di Duren Tiga.
Kotak pandora pun terbuka, Richard Eliezer mengungkapkan Brigadir J tewas karena ditembak beberapa kali.
Dalam pengakuannya, Eliezer yang berpangkat Bharada mengaku diperintah Ferdy Sambo untuk membunuh Brigadir J karena dianggap telah melecehkan Putri Candrawathi di Magelang.
Baca Juga: Perjalanan Baiquni Wibowo Jadi Polisi Diungkap sang Ayah: Tidak Sama Sekali Minta Bantuan
Sebagai penembak Brigadir J, Eliezer mengaku menyebut Ferdy Sambo turut serta melakukan penembakan.
Sebagaimana hasil forensik yang diungkap dalam persidangan, ada tujuh luka tembak masuk dan enam luka tembak keluar di tubuh Brigadir J.
Eliezer menembak 3-4 kali, sementara sisanya hingga kini tidak ada yang mengaku bertanggung jawab.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.