JAKARTA, KOMPAS.TV – Pihak Komisi Yudisial (KY) menilai majelis hakim yang menangani perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat tetap memegang otoritas dan belum terganggu dengan isu gerakan bawah tanah.
Miko Ginting selaku Juru Bicara (Jubir) Komisi Yudisial menjelaskan hal itu dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (25/1/2023).
Miko mengatakan, jika kabar tentang adanya gerakan bawah tanah untuk memengaruhi hakim dalam menjatuhkan vonis pada Ferdy Sambo tersebut disampaikan oleh Menkopolhukam, tentu memiliki dasar dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Pertama, kalau itu datang dari seorang Menkopolhukam dan Ketua Kompolnas ya, itu punya dasar dan bisa dipertanggungjawabkan,” tuturnya.
“Pak Mahfud memberikan dua arah ya, satu yang ingin FS diberikan hukuman, tapi di sisi lain juga ada yang mau memperingan.”
Baca Juga: Lagi Soal Gerakan Bawah Tanah, Kuasa Hukum Ferdy Sambo: Tanya Mahfud Md, Beliau Kan Serba Tahu
Miko menjelaskan, jika kedua upaya itu keluar dari konteks yang normal, tentu akan mengganggu independensi hakim.
“Ini yang perlu mungkin juga ditegaskan bahwa kedua hal itu, ketika keluar dari konteks yang normal, itu akan mengganggu independensi hakim.”
Namun, lanjut Miko, jika melihat dari proses persidangan yang berjalan sampai saat ini, majelis hakim masih memegang otoritas.
“Kalau kita lihat indikasi-indikasi di persidangan, hakim masih tetap memegang otoritas, masih terlihat hakim melaksanakan persidangan secara berimbang,” tuturnya.
Bahkan, menurut Miko, majelis hakim pun memberikan kesempatan pada kedua belah pihak secara adil.
“Jadi kalau dari indikasi itu, saya kira gerakan-gerakan yang disebut oleh Pak Mahfud sebagai gerakan bawah tanah itu belum mengganggu hakim. Itu yang pertama.”
Kedua, kata Miko, jika melihat dari awal perkara ini, memang erat kaitan atau kebersinggungannya dengan terganggunya kemandirian peradilan.
“Dari berbagai pihak, apakah yang membangun statement di luar persidangan, atau pihak-pihak yang tidak terlihat dan sebagainya.”
Sebelumnya, Kompas TV memberitakan, Mahfud MD melihat gelagat adanya gerakan untuk memengaruhi vonis pada terdakwa Ferdy Sambo dan kawan-kawan di kasus pembunuhan Brigadir J.
Mahfud MD bahkan menyebut ‘gerakan bawah tanah’ tersebut dengan istilah gerilya, yang meminta Sambo dihukum ringan, bahkan ada yang meminta bekas Kadiv Propam Polri itu dibebaskan.
"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Terkait dugaan gerilya tersebut, Mahfud menyebut kejaksaan sudah diamankan.
Pemerintah juga memastikan, kejaksaan bakal independen di kasus pembunuhan Brigadir J.
"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Sambo dibebaskan, ada yang ingin Sambo dihukum, kan begitu. Tapi kita bisa amankan itu, di kejaksaan, saya pastikan kejaksaan independen," ujarnya.
Mahfud juga mengaku mendengar pihak yang bergerilya adalah perwira dan pejabat tinggi pertahanan selevel Brigadir Jenderal (Brigjen), namun tidak menyebut nama.
Baca Juga: Ketua IPW: Gerakan Bawah Tanah untuk Meringankan Hukuman Ferdy Sambo Berhasil, tapi Belum 100 Persen
Ia menegaskan, siapa pun yang memiliki info terkait upaya "gerakan bawah tanah" itu untuk melapor kepadanya.
"Ada yang bilang soal seorang Brigjen mendekati A dan B, Brigjen-nya siapa? Sebut ke saya, nanti saya punya Mayjen," jelasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.