Sementara pada metode pos, lanjut Bagja, potensi masalah yang paling banyak adalah pemilih mengambil dua metode sekaligus, yakni mencoblos di TPS dan menggunakan metode pos.
“Sehingga memilih dua kali di TPS dan metode pos karena metode pos dikirim dua minggu sebelum hari pemungutan suara,” tambahnya.
Alamat domisili WNI di luar negeri, lanjut Bagja, sering juga menjadi masalah di negara yang banyak pekerja migran.
“Dulu, ada kasus dulu di Kuala Lumpur, satu alamat untuk sekitar 500 pemilih untuk satu tempat alamat, sehingga kesulitan dalam mengirimkan formulir undangan (C-6).”
"Catatan kami di Malaysia, pada Pemilu 2019, ada sekitar 2,5 juta pemilih. Ke depan, teman-teman Kemenlu (Kementerian Luar Negeri) untuk menjaring undocumented (warga negara yang tidak diketahui dokumentasi identitasnya),” urainya
Meski demikian, ia yakin negara akan menjamin hak pilih warganya.
Selain para pekerja migran, masalah lain adalah fenomena ‘pindah pilih’ oleh WNI yang sedang berlibur ke luar negeri saat hari pemungutan suara.
Baca Juga: Peran Panwaslu Muda Kawal Pemilu 2024
“Dia dari TPS di Indonesia pindah ke TPS di luar negeri.”
“Itu menjadi kebingungan tersendiri karena tidak terdaftar pemilih di TPS negara tersebut. Ini akan kita cari masukan untuk mencari solusinya bersama dengan KPU,” imbuh Bagja.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.