Hal itu tak lepas dari pembahasan terkait moderasi beragama. Baginya, kajian tersebut sangat penting untuk dibahas serta dibagikan ke masyarakat.
“Dalam beragama, sebisa mungkin kita menjadi orang baik dengan tidak terlalu ke kiri dan tidak terlalu ke kanan,” terang In'am, dikutip dari laman resmi Muhammadiyah.
In’am menyampaikan, UMM selalu memberi kesempatan kepada siapa pun untuk belajar dan berubah menjadi pribadi yang lebih baik, tak terkecuali mantan teroris seperti Ali Fauzi.
Sebab, menurutnya, UMM dapat memberi wawasan yang luas dan pengetahuan sesungguhnya dalam beragama.
“Seperti kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Pak Haedar Nashir, bahwa kita harus mengambil jalan tengah. Tidak terlalu ke kiri dan tidak terlalu ke kanan,” tuturnya.
Baca Juga: Pengadilan Libya Jatuhkan Hukuman Mati bagi 17 Orang Teroris Anggota ISIS
Ali adalah adik kandung dari Amrozi dan Ali Ghufron, pelaku Bom Bali pada 2002 silam.
Setelah peristiwa Bom Bali II pada 2005, Ali ditangkap pihak keamanan Filipina. Ia kemudian dideportasi ke Indonesia dan menjalani hukuman selama tiga tahun.
Usai menjalani masa hukuman, Ali dipertemukan dengan para korban aksi terorisme. Mereka rata-rata mengalami cacat fisik dan tekanan mental. Dari sanalah, Ali kemudian menyadari kesalahannya.
Setelah bebas dari penjara usai dideportasi dari Filipina, dia mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP) bersama dengan para mantan napiter lain di Indonesia, di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan, Jawa Timur, tempatnya dibesarkan.
Setelah meraih gelar doktor, Ali kini banyak mendapat tawaran mengajar.
"Sebenarnya sejak 2012 saya sudah jadi dosen di Lamongan. Tapi sejak kemarin setelah ujian doktor dan dapat predikat cum laude banyak banget penawaran menjadi dosen," ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.